Rabu 28 September 2023
Pekan Biasa XXV
Bacaan Pertama : Hagai 1: 1-8
Mazmur Tanggapan : Mazmur 149:1-2,2-4,5-6a, 9b;
Bacaan Injil : Lukas 9: 7-9
Saudara-saudari terkasih. Kecemasan seringkali muncul ketika kita merasakan sesuatu yang tidak enak. Mungkin saja ketika orang yang kita kasihi sedang sakit. Atau mungkin ketika kita sedang berhadapan dengan situasi yang belum pernah kita hadapi sebelumnya. Kedua bacaan pada hari ini mengingatkan kita akan kecemasan. Pada bacaan pertama, konteks bacaan tersebut adalah Bait Allah yang mengalami keruntuhan. Bait Allah yang adalah rumah Bapa atau tempat kita berdoa sedang runtuh. Dalam situasi seperti ini seharusnya ada perasaan cemas karena tidak ada lagi tempat untuk berdoa dan berjumpa bersama dengan Bapa. Namun, situasi yang terjadi adalah banyaknya Umat Israel yang tidak cemas atau menaruh perhatian kepada Bait Allah yang runtuh. Keruntuhan Bait Allah dikesampingkan dengan segala kepentingan pribadi. Lebih mengutamakan kepentingan jasmani mereka daripada mengutamakan kehidupan Rohani mereka. Dalam hal ini, melalui Hagai, Allah sungguh mengkritik hal tersebut. Kemudian Injil pun juga melukiskan bahwa adanya rasa cemas dari diri Herodes ketika mendengar nama Yesus. Herodes cemas karena takut bahwa kedudukannya sebagai Raja akan digantikan dengan orang lain yang lebih hebat daripada dia.
Saudara-saudari terkasih. Seringkali kita merasa cemas karena hal-hal yang bersifat duniawi. Contohnya seperti kita cemas apabila tidak memiliki uang. Kita cemas apabila hari ini tidak dapat menjawab ujian dengan baik, dan hal-hal lainnya. Namun, apakah kita pernah mencemasakan hal-hal yang bersifat Rohani? Contohnya seperti cemas apabila hari ini belum berdoa, Cemas apabila hari ini belum membaca Kitab Suci, Cemas apabila tidak ikut misa harian setiap pagi hari, dan sebagainya. Yesus Kristus ingin mengajak kita untuk kembali menyadari akan hal tersebut.
Sebagai Umat Katolik yang beriman, dimensi Rohani dalam hidup kita menjadi hal yang penting dan utama. Keseharian kita selalu berhadapan dengan hal duniawi. Akan tetapi, kita terlalu dalam masuk dalam hal yang duniawi. Kita lupa bahwa dalam diri kita ada dimensi Rohani yang membutuhkan pengolahan. Dimensi Rohani menjadi kekuatan bagi kita untuk dapat menghadapi, menjalani, kehidupan kita yang bersifat dunawi. Tanpa dimensi Rohani, kita memang dapat melakukan keseharian kita. Tetapi belum tentu kita dapat menjalaninya dengan baik. Dimensi Rohani menjadi kekuatan yang menopang kita untuk menghadapinya. Kita dapat mulai mengaplikasikanya melalui hal-hal sederhana. Sebelum melakukan sesuatu kita dapat berdoa terlebih dahulu. Sebelum beristirahat bisa memberikan waktu sebentar untuk membaca renungan harian, dan hal-hal lainnya.
Saudara-saudari terkasih. Yesus telah memberikan kesempatan kepada kita hari ini untuk mengingat kembali akan dimensi kerohanian diri kita. Maka, pertanyaan refleksi yang dapat kita renungkan bersama adalah Apakah kita senantiasa mau untuk mengolah dimensi Rohani kita? Tuhan memberkati.