KEUSKUPANBOGOR.ORG- Perjalanan Kirab Misi kali ini telah sampai di Paroki Santo Thomas, Kelapa Dua Depok. Pada hari Sabtu, 22 Juni 2024. Patung Bunda Maria serta Salib Misi tiba diantar menuju Paroki yang terletak di Jalan Akses UI, Pasir Gn. Sel, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok oleh RD Lukas Wiganggo beserta umat Paroki Santo Matias, Cinere selaku tuan rumah pelaksanaan Kirab Misi sebelumnya.
Mgr Paskalis Bruno Syukur dan RD Ignatius Heru Wihardono telah menunggu di pelataran gereja Paroki Santo Thomas bersama dengan para umat. Cuaca terik tidak menyurutkan antusiasme umat yang memadati jalan akses menuju gedung gereja.
Pastor Lukas menyampaikan bahwa tugas kirab misi di Paroki Santo Matias telah usai dan kini, Ia beserta umat mengantarkan patung Bunda Maria dan Salib Misi kepada Pastor dan umat Paroki Santo Thomas yang akan mulai menjalani rangkaian Kirab Misi.
Usai penerimaan patung dan salib, dilakukan perarakan menuju gedung gereja yang diiringi dengan lagu serta tari-tarian daerah yang dibawakan oleh orang muda Katolik (OMK). Dalam perarakan ini, mulai dari anak-anak, remaja, petugas liturgi seperti misdinar, Lektor, pemazmur, dan PLB, pembawa vandel lingkungan, wilayah, organisasi, WKRI serta anggota Korps Brimob Polri yang beragama Katolik berpartisipasi dalam perarakan.
Berbeda dengan Paroki sebelumnya, rangkaian Kirab Misi di Paroki ini dimulai dengan ibadat yang dipimpin oleh RD Agustinus Hardono selaku Vikaris Parokial Paroki Santo Thomas.
Mari Bergembira Bersama!
RD Ignatius Heru Wihardono selaku Pastor Paroki Santo Thomas menyapa serta menyampaikan bahwa Kirab Misi adalah bagian dari perayaan iman kita.
“Hari ini mari kita bersukacita bersama! Ikuti semua kegiatan yang telah dipersiapkan. Mari kita bergembira bersama dalam iman,” pesannya.
Usai sambutan dari Pastor Heru, kegiatan dilanjutkan dengan ragam penampilan dari anak dan remaja seperti menari dan menyanyi bersama, serta tutur Kitab Suci.
Penuh Antusiasme
Mengawali audiensi bersama, Monsinyur Paskalis mengajak anak-anak dan remaja untuk bernyanyi dan bermain bersama. Sukacita dan kegembiraan begitu jelas menghiasi suasana aula paroki pada malam hari ini.
Monsinyur Paskalis pun menyampaikan bahwa anak-anak dan remaja harus bangga akan iman kekatolikan yang dimiliki. Ia pun berharap selama perayaan 75 tahun Keuskupan Bogor ini anak-anak dan remaja semakin senang dan semakin bangga akan iman yang dimiliki.
Berbagai bentuk pertanyaan dilontarkan dari anak-anak. Secara spontan mereka menanyakan hal-hal sederhana nan polos. Seperti misalnya ada seorang anak bernama Theodora yang bertanya kepada Bapak Uskup,
“Bapak Uskup, kalau kita ketemu ular kobra kita harus bagaimana,” tanya Theodora.
Sontak pertanyaan tersebut disambut gelak tawa oleh Uskup maupun orangtua anak-anak yang hadir.
Dengan penuh perhatian, Monsinyur Paskalis menjawab pertanyaan Theodora, “kalau kita bertemu dengan ular, jangan injak kepalanya karena itu berbahaya. Seandainya bertemu dengan ular kobra, ambil tongkat kayu dan usir ular tersebut,“
Berbeda lagu dengan pertanyaan dari Nicholas. Ia menanyakan tentang topi yang dikenakan oleh Bapak Uskup, “Topi yang Bapak Uskup kenakan namanya apa?”
Bapak Uskup pun meminta Pastor Heru untuk menjawab pertanyaan tersebut yang kemudian ditanggapi Pastor Heru bahwa topi yang dikenakan Uskup bernama solideo. Ia pun menjelaskan bahwa solideo yang dikenakan oleh Uskup memiliki makna tentang simbol ketidaklayakan di hadapan Tuhan serta sebagai simbol kerendahan hati untuk tetap taat dan setia kepada Tuhan.
Anak-anak begitu antusias untuk mengenal dan bertanya lebih dekat kepada Bapak Uskup seperti yang dilakukan oleh Moreno yang ingin tahu mengapa Uskup dan Romo tidak menikah.
Pertanyaan ini pun, kembali diberikan kepada Pastor Heru oleh Uskup untuk dijawab. “Uskup dan Romo tidak menikah agar seorang Uskup ataupun Romo dapat fokus pada pelayanan sebagai seorang Imam. Ketika tidak menikah, seluruh hidup yang dimiliki oleh Uskup dan Pastor dibaktikan kepada Tuhan untuk taat dan setia dimanapun akan ditugaskan,” tutur Romo Heru.
Kini giliran cincin yang dikenakan Bapak Uskup yang menjadi perhatian anak-anak. Mereka menanyakan mengapa Bapak Uskup mengenakan cincin di jarinya. Pertanyaan ini kemudian dijawab oleh Bapak Uskup bahwa cincin yang dikenakan adalah sebagai simbol mencintai umat dan Tuhan. Cincin diberikan saat penahbisan yang memiliki makna agar seorang Uskup mengingat akan kesetiaan panggilannya.
Audiensi anak-anak dan remaja bersama Uskup usai pada malam hari, keesokan harinya diadakan Perayaan Ekaristi yang dilanjutkan dengan audiensi para aktivis Gereja bersama Uskup.