Belum genap setahun WKRI berdiri di Paroki Jonggol dengan dikukuhkannya 2 buah ranting, yaitu St. Monika dan St. Teresa.
Tepatnya pada 27 Agustus 2023, kedua Ranting dan sebanyak 28 pengurus dikukuhkan oleh ketua WKRI cabang Kota Wisata (Ibu Mieke) dan diberkati oleh RD Dominikus Savio Tukiyo dalam Misa Kudus.
Masih muda umurnya, masih sedikit anggotanya, namun dengan semangat karya pelayanan yang hidup, mereka terus aktif dalam kegiatan gereja baik yang bersifat liturgis seperti koor atau tatib maupun non liturgis, seperti pelawatan orang sakit juga bergiat dalam berbagai gebrakan. Kampanye Eco Enzyme, pengumpulan dan pengelolaan sampah dan mengubahnya menjadi berkat untuk lingkungan dan kesehatan, pembinaan keterampilan pembuatan tas dari mote dan lain sebagainya.
Para ketua bidang masing-masing berinisiatif untuk melakukan program kerja tertentu kemudian bergerak langsung bersama para ketua mengarahkan anggotanya dan anggota pun menyambut dengan kerja dan kebersamaan.
Maka ingin terus menggelorakan semangat yang hidup itu, sekaligus memeriahkan 100 tahun berdirinya WKRI juga 75 tahun keuskupan, pada hari Sabtu, 24 Agustus 2024, mereka menyelenggarakan seminar kepemimpinan dengan tema “WKRI Siap Menjawab Tantangan dalam Karya Pelayanan Gereja dan Masyarakat”. Seminar dipandu oleh tim Development Faith and Leadership Kevikepan (Vikaris Episkopal) Pendidikan Keuskupan Sufragan Bogor (Bapak Petrus Dinar Subagyo bersama Bapak Martinus Raing Tukan).
Sejak pukul 7 pagi mereka berdatangan di GSG lantai 2 HKY Jonggol.
Keriuhan sudah tampak sejak pagi.
Mereka menggerakkan badan dengan menari dan bernyanyi penuh keceriaan.
Kesadaran bahwa di dalam badan yang sehat akan terdapat jiwa yang sehat, serta selalu melakukan pemanasan dan peregangan sebelum beraktifitas membuat mereka menari penuh semangat.
Mereka sangat antusias dengan diadakannya seminar ini.
Ibu Kiki Naritta Trevino, wakil ketua Ranting Monika, yang baru beberapa hari yang lalu dioperasi pada kedua lututnya sehingga harus bergerak dibantu walker pun tetap hadir untuk mengurus segala sesuatu agar tetap berjalan lancar.
Sebelum masuk materi pokok seminar, ketua panitia, Ibu Teremutis Nainggolan, ketua cabang kotawisata, Ibu Mieke, dan Pastur Paulus Pera Arif Sugandi Pr menyampaikan kata sambutan.
Pastur mengingatkan bahwa WKRI sebagai organisasi kemasyarakatan harus bermanfaat bagi masyarakat tak hanya gereja kita saja. Setelah seminar, segera praktekkan, karena teori tanpa tindakan adalah nol besar.
Seminar Dengan Gaya Dinamika Kelompok Lebih Efektif
Tak kurang dari 75 anggota dan pengurus dari 12 ranting dan cabang Kota Wisata mengikuti seluruh kegiatan seminar yang dikemas dalam dinamika simulasi yang dibagi dalam 3 sesi topik, kepemimpinan yang melayani, komunikasi asertif, dan kepemimpinan kolaboratif.
Dengan dinamika kelompok ini, masing-masing dapat memetik pelajaran atau makna terkandung yang berkaitan dengan kepemimpinan atau kerja tim yang sangat diperlukan untuk mewujudkan karya-karya pelayanan .
Dalam pelayanan kita harus mencontoh Tuhan Yesus sendiri.
Dia rela direndahkan seperti pelayan.
Tak haus akan pujian dan rasa hormat.
Maka kita pun harus saling mendukung dan bekerjasama, mengendalikan diri, dan sabar.
Dalam kenyataan, tidak semua bisa melakukannya, maka harus menghindari kesombongan juga keminderan, kenaifan (tidak realistis, tanpa perhitungan, dan tak menyadari keterbatasan diri sendiri) dan keegoisan, dan perasaan tidak nyaman, jauhkan pula perasaan bahwa diri kita tidak sehebat orang lain atau yang menjadi pemimpin sehingga membuat kita minder dan mundur. Justru melihat kelebihan orang lain sebagai inspirasi.
Agar tujuan kita dapat tercapai, komunikasi pun harus benar.
Dalam berkomunikasi atau menyampaikan suatu pesan, kita harus sopan dan jelas, menggunakan istilah atau kata yang tepat, dan bahasa tubuh yang tepat, agar tercipta kesamaan paham.
Informasikan yang penting, dan berguna saja.
Perlunya konfirmasi apakah pesan benar dapat diterima secara tepat atau sesuai yang dimaksud.
Berempati (bisa merasakan yang dirasakan orang lain seperti kita menjadi orang itu) yang lebih tinggi tingkatannya dari sekedar simpati (mengerti) penting untuk bisa merangkul.
Bijaksana belajar dari pengalaman, biasakan selalu mau melihat, mendengar kemudian mengendapkannya dahulu dalam pikiran sebelum berbuat.
Evaluasi merupakan hal penting yang perlu dilakukan, agar ke depannya kita bisa lebih baik lagi setelah mempelajari kesalahan. Mengulang-ngulang melakukan hal yang sama tanpa evaluasi akan percuma saja.
/Reportase tim komsos hky Fransiska Fajariani foto by Teddy P