Setelah 30 Tahun, PKKC Kembali Mengadakan Misa Bahasa Latin

Loading

Cibinong-keuskupanbogor.org: Bertepatan dengan Minggu Sukacita atau Minggu Laetare, ada sebuah momen khusus di Paroki Keluarga Kudus Cibinong (PKKC).  Untuk pertama kalinya, setelah 30 tahun lalu sempat diadakan, Perayaan Ekaristi dengan bahasa Latin dilaksanakan kembali di paroki ini.

Misa berbahasa Latin ini dipimpin oleh RD Robertus Arie Priyanto, pada hari Minggu (31/3/2019) pukul 9 pagi. Dalam homilinya, pastor yang biasa disapa sebagai Romo Arie, menekankan bahwa hidup adalah kesempatan dan pertobatan, seperti yang dilakukan oleh anak bungsu yang kembali kepada bapa-nya.

“Kadang dalam hidup ini seseorang mengejar sesuatu yang belum saatnya. Ketika kita mengejar sesuatu yang belum saatnya, kita menjadi orang yang tergesa-gesa dan terburu-buru dalam sikap dan tindakan. Orang yang terburu-buru akan terkesan tidak sabar dan tidak sadar akan segala kesempatan. Kesempatan itu sama halnya seperti yang dialami oleh anak bungsu dalam bacaan Injil hari ini yang tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk kembali kepada Bapa-nya,” ujar Romo Arie.

Menurut Romo Arie, hidup ini adalah kesempatan, maka harus dinikmati dan jangan disia-siakan. Si anak bungsu yang diceritakan pada Injil meminta sesuatu yang belum saatnya. Ia meminta warisan pada Bapa-nya yang masih hidup. Anak bungsu membuat beberapa kesalahan seperti mengambil hak anak sulung, menganggap bapa-nya telah tiada dan menghabiskan harta warisan untuk bersenang-senang.

Orang berdosa adalah orang yang kehilangan kesempatan untuk menjalankan perintah Tuhan. Pada Injil hari ini, anak bungsu yang telah mengetahui kesalahannya pulang ke rumah bapa-nya dan menyamakan dirinya dengan babi.

“Dosa dapat mengubah anak menjadi budak.  Itulah yang kita alami jika mata kita tertutup dengan keserakahan duniawi sehingga kehilangan kesempatan untuk menjauhi dosa. Namun, Tuhan memberikan rahmat pengampunan kepada kita. Tuhan akan bersukacita menerima orang orang berdosa seperti kita. Tuhan ingin kita bertobat dan Ia mengampuni kita tanpa memandang seberapa berat dosa yang kita lakukan. Marilah kita seperti anak bungsu yang kembali kepada Bapa-Nya!” ajaknya.

Kelompok kor Schola Cantorum Gregorium Bogorenzes. (Foto: Maria)

Memperkenalkan kembali tradisi musik Gereja Katolik

Diiringi oleh lantunan musik Gregorian yang dibawakan oleh kelompok kor Schola Cantorum Gregorium Bogorenzes, suasana Misa yang dihadiri sekitar 700 umat itu berjalan dengan hikmat dan penuh penghayatan. Kebanyakan dari mereka begitu antusias dalam mengikuti Misa berbahasa Latin ini.

Aloysius Hari Prasetyo, Ketua Liturgi PKKC sekaligus inisiator pengadaan misa berbahasa Latin ini, mengatakan bahwa persiapan dilakukan selama kurang lebih sebulan. Tidak ada hal khusus yang dipersiapkan, kecuali lagu-lagu yang dibawakan serta teks Misa berbahasa latin.

Pak Hari, sapaan akrabnya, dibantu oleh Bapak Thomas A. Sutadi dalam mempersiapkan teks tersebut. Momen Minggu Laetare dinilai sebagai awal yang tepat untuk memperkenalkan kembali lagu-lagu Gregorian sebagai bagian dari tradisi musik Gereja Katolik setelah lebih dari 30 tahun absennya Misa berbahasa latin di paroki ini.

Saya ingin mengajak umat dan khususnya kor, supaya jangan hanya memakai lagu-lagu yang enak didengar tapi tidak liturgis. Melalui Misa berbahasa Latin ini, saya berharap perlahan-lahan mereka menghargai musik liturgis. Karena terkadang ada kor yang malah anti menggunakan lagu di dalam Puji Syukur dan memilih lagu-lagu yang hits saja,” ujar Pak Hari.

Ia juga berharap agar umat di PKKC dapat lebih berperan aktif dalam Misa dengan mengikuti tahapan ritus dari awal hingga akhir, serta menghargai kekayaan tradisi dan liturgi yang ada di Gereja Katolik.

RD. Robertus Arie Priyanto dan Aloysius Hari Prasetyo. (Foto: Maria)

Liturgi harus dicintai seperti kita mencintai Yesus

Romo Arie menambahkan bahwa Misa berbahasa latin ini bertujuan untuk memelihara warisan tradisi dan menghayatinya dengan sebaik mungkin. Ia berharap agar Misa berbahasa Latin dapat secara rutin diadakan di PKKC. Romo Arie pun mengapresiasi antusiasme umat yang hadir dan menghayati Misa dengan baik.

Baginya, Misa ini menjawab kerinduan umat untuk kembali ke akarnya, yaitu menghayati liturgi dalam bahasa Latin. Bagi umat  PKKC yang sudah berusia lanjut, Misa ini juga menjadi ajang nostalgia karena Misa berbahasa Latin baru diadakan kembali setelah 30 tahun. Romo Arie pun mengimbau umat untuk mencintai liturgi sebagaimana kita mencintai Tuhan Yesus. (Maria Dwi Anggraeni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
Enable Notifications OK No thanks