Ambarawa – keuskupanbogor.org : Salah satu bahaya klerikalisme adalah mentalitas bahwa menjadi imam itu mustahil berbuat salah. Priest can do no wrong. Padahal, seorang imam tetaplah manusia biasa yang juga tak luput dari kesalahan. Ia bukan pribadi sempurna.
Mgr Datus menyampaikan hal tersebut di hadapan para imam UNIO Keuskupan Bogor yang tengah menjalani retret imam di Wisma Pangesti Wening, Ambarawa (Selasa, 23/7).
“Lewat kesalahan, kita diajak untuk belajar. Tuhan tidak memanggilmu untuk selalu benar. Lewat kesalahan, Tuhan mengajarmu untuk belajar mau mengakui kesalahan,” ujar Uskup Manokwari Sorong ini. “Kebesaran jiwa seorang imam adalah berani mengakui kesalahannya,” tambahnya penuh harap.
Uskup kelahiran Kupang, 21 Oktober 1956 ini didaulat menjadi pendamping retret para imam UNIO Keuskupan Bogor dan Bapa Uskup Mgr Paskalis. Suatu sukacita bagi para imam dan uskupnya bahwa mereka dapat menjalani retret bersama sebagai sebuah keluarga Keuskupan Bogor.
“Ada tiga titik utama permenungan kita sebagai imam : point of return, point of resurrection dan point of reach. Setiap imam dipanggil untuk sadar dan hayati kembali ‘rel’ nya; kembali ke jalan kebaikan – jalan Tuhan”, jelasnya.
Di sela-sela sesi, Bapa Uskup Mgr Datus tiada henti memberikan kelakar-kelakar yang membuat jalannya retret begitu ringan dan sukacita.
“Saya sering dipanggil oleh Nuntio. Orang berpikir bila dipanggil Nuntio pasti setelah itu disuruh berdoa. Saya tidak demikian. Saya dipanggil bukan untuk menjadi Uskup,” cerita Uskup yang sebelum jadi uskup pernah dipanggil berkali-kali, tapi saat itu bukan dipanggil menjadi Uskup. Tawa renyah para imam pun memenuhi ruang pertemuan.
(RD David)