Sukabumi-keuskupanbogor.org: Syukur atas kasih, kesetiaan Tuhan terhadap keberadaan dan perjalanan Yayasan Mardi Waluya. Tak terasa, tepat pada tanggal 31 Oktober 2019 Yayasan Mardi Waluya genap 60 tahun.
Dalam sejarah, Yayasan Mardi Waluya didirikan oleh Suster-suster Fransiskan Sukabumi setelah Indonesia merdeka. Seperti yang disampaikan oleh Pelayan Umum Kongregasi SFS dalam sambutanya di buku kenangan, nama Yayasan ini sebelumnya bernama “YAYASAN TOEVLCHT IN LIJDEN” (tempat pengungsian bagi yang menderita), yang melayani bidang kesehatan: Rumah Sakit Santa Lidwina d Sukabumi, Rumah Sakit Santo Yusup di Sukanegara, dan Kliinik di Cibeber Cianjur. Setelah Indonesia merdeka, para suster mendaftarkan diri lagi dengan nama YAYASAN MARDI WALUYA, yang resmi didirikan pada tanggal 31 Oktober 1959. Di hadapan Notaris Bandung Meester Tan Eng Kiam, yayasan ini didaftarkan ke Pengadilan Negeri Sukabumi pada tanggal 19 Desember 1984 dengan nomor Reg. 1271984PN Smi.
Yayasan Mardi Waluya hadir di beberapa tempat di Keuskupan Bogor, yakni : Sukabumi, Sindanglaya, Cibinong, dan Bogor dengan berbagai bidang pelayanan seperti pendidikan (TK, SD, SMP & SMA), kesehatan, dan sosial (Panti Lansia). Yayasan ini didirikan oleh para suster sebagai sarana pengudusan bagi para anggotanya sekaligus menjadi sarana mewujudkan cita-cita pendiri tarekat, Sr. Rosa de Bie, yakni melayani sesama terutama yang membutuhkan.
Kegiatan bidang pendidikan milik Susteran awalnya bernaung di bawah Yayasan Mardi Yuana milik Keuskupan Bogor. Namun sejak tahun 2002, dengan diundangkannya Undang-undang Yayasan no 16 tahun 2001 dan diperbarui dalam no 28 tahun 2004, seluruh kegiatan pelayanan dikelola oleh Yayasan Mardi Waluya. Dengan demikian, sekolah-sekolah binaannya tidak lagi bernaung di bawah Yayasan Mardi Yuana.
Dalam sambutannya di buku kenangan 60 tahun Yayasan Mardi Waluya, Mgr. Paskalis Bruno Syukur mengatakan bahwa sejak awal sejarah Keuskupan Bogor, tarekat SFS telah ikut serta dalam gerakan misi penginjilan Gereja melalui pendidikan dan persekolahan. Ia menambahkan bahwa pendidikan yang dikelola tarekat ini dapat membantu membangun pribadi-pribadi yang utuh dengan hati yang mengarah pada kekudusan.

Tiga cara bersikap
Dalam homili Misa syukur 60 tahun Yayasan Mardi Waluya, Kamis 31 Oktober 2019, Mgr. Paskalis juga menegaskan kembali bahwa Lembaga pendidikan/persekolahan hendaknya sejalan dengan cita-cita Presiden Joko Widodo, yakni menjadikan Indonesia maju. Lembaga pendidikan adalah sarana yang tepat untuk mendidik generasi mendatang: generasi yang berdedikasi tinggi, yang membaktikan hidupnya secara benar dan berkualitas. Bapa Uskup mengajak seluruh warga Mardi Waluya agar mengerti benar dengan pesan dari Rasul Paulus tentang iman, harapan dan kasih. Pesan ini mempertegas mandat Yesus dalam Injil : “Pergilah, dan perbuatlah demikian!”
Mgr. Paskalis mengatakan sesuatu yang menarik untuk direnungkan dan dimaknai, yakni mengenai angka 3 dari kalimat “Siapakah dari ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” Dan kemudian dijawab : “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.”
Menurut Mgr. Paskalis, lembaga pendidikan harus membangun SDM yang berkarakter, SDM yang memberikan dirinya dengan hati tulus. Peringatan 60 tahun Yayasan Mardi Waluya mengajak seluruh warga yang terlibat didalamnya untuk menyadari keberadaannya dengan 3 cara:
- Bersyukur atas masa lalu,
- Antusias atas masa kini, dan
- Optimis akan masa mendatang.
Semua hal tersebut harus dijalani dan dilaksanakan dengan penuh iman, harapan dan kasih.
Dirgahayu Yayasan Mardi Waluya!
(Sr. M. Yuliana, SFS)