Paroki Hati Maria Tak Bernoda-Cicurug pada hari ini (5/2/2022) menjadi penyelenggara rekoleksi sinode para uskup. Pada kesempatan ini, refleksi sinode bertema tentang kemasyarakatan. Dilaksanakan di Sekolah Mardi Yuana-Cicurug, kegiatan diawali dengan registrasi peserta rekoleksi yang berjumlah 77 orang, lalu dilanjutkan dengan sambutan dari RD Yustinus Monang Damanik selaku Pastor Paroki Hati Maria Tak Bernoda-Cicurug. Dalam sambutannya, beliau mengatakan kepada para peserta agar dapat benar-benar hadir dan aktif untuk mengikuti setiap proses dalam rekoleksi sinode pada hari ini. Ia juga berpesan agar semua yang hadir dalam kegiatan dapat saling bekerjasama dan berjalan bersama untuk mewujudkan Gereja Sinodal.
RD Aloysius Tri Harjono selaku tim fasilitator Sinode Para Uskup Keuskupan Bogor turut hadir dan menyampaikan pesan kepada peserta, Ia mengatakan bahwa dengan sinode ini kita semua berkumpul bersama untuk saling berbagi pengalaman iman. Bapa Paus mengharapkan untuk semua umat beriman dapat terlibat hidup menggereja dan hidup bersama.
“Gereja adalah kita. Semoga menghidupi dan membawa kita kepada semangat baru dalam jalan bersama. Artinya, segala pengalaman iman tidak terhenti hanya di hierarki Gereja tapi kita semua. Sinode ini menjadi pengalaman baik untuk kita semua. Apa yang kita rasakan adalah sungguh merupakan tumbuh kembang kita sebagai pribadi atau untuk paroki ini yang tentu kita banggakan. Semoga dengan rekoleksi ini, kita dapat saling berjumpa dan berjalan bersama di dalam penyertaan Roh Kudus. Selamat berekoleksi,” ujar Pastor Stasi Kristus Raja-Hambalang tersebut.
Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan ibadat pembuka yang dipimpin oleh Fr Diakon Wolfgang Amadeus Mario Sara.
Rekoleksi, Saat Untuk Membiarkan Diri Dibimbing dan Mendengar Roh Kudus
Dalam sesi pengantar yang diberikan oleh fasilitator sinode yaitu Bapak Don Bosco disampaikan arahan proses rekoleksi agar peserta mengetahui alur selama rekoleksi dan menjelaskan bahwa rekoleksi dimaksudkan untuk menghidupkan semangat “Jalan Bersama” yaitu menyegarkan iman umat dan untuk menguatkan semangat sebagai “teman seperjalanan” bagi umat lain.Rekoleksi sinode ini mengingatkan bahwa karya penyelamatan Tuhan bekerja dalam himpunan keluarga umat Allah bukan orang per orang.
Selain itu, rekoleksi juga menjadi jalan dalam membuka diri terhadap Roh Kudus dan merupakan tujuan rekoleksi diadakan. Rekoleksi menjadi saat untuk membiarkan diri untuk dibimbing dan mendengar Roh Kudus, melepaskan dominasi otak/pikiran, memberi ruang lebih pada suara hati.
Tidak hanya itu, mengambil peran dalam upaya pengembangan Gereja Katolik juga menjadi tujuan rekoleksi yang dimaksudkan untuk memberi ruang pada setiap orang untuk berpartisipasi. Yaitu terlibat, menemukan, dan menyampaikan hal baik demi perkembangan Gereja baik di tingkat keuskupan maupun universal.
“Kami berharap yang disampaikan dalam sharing secara jujur dan tidakberpura-pura. Tujuan akhirnya adalah merayakan kebersamaan baru dalam rekoleksi iman ini sehingga dapat menguatkan dan semakin yakin dengan Iman Katolik. Saat sharing kita perlu belajar rendah hati dan sampaikan perkataan yang membangun. Hendaknya pada sesi sharing nanti jangan berprasangka buruk ataupun berkata buruk mengenai orang lain. Sampaikan semua dengan terang Roh Kudus,” pesannya kepada para peserta rekoleksi sinode.
Perubahan Dunia
Dalam sesi narasi refleksi yang dibawakan oleh Ibu Rini dan Pak Ari Nurcahyo selaku fasilitator Sinode Keuskupan, disampaikan bahwa saat ini terjadi berbagai situasi paradoks yang diakibatkan berbagai perubahan dunia yang dimaksud di mana banyak bangsa begitu berlimpah harta-kekayaan, akan tetapi juga terdapat begitu banyak penghuni dunia tersiksa karena kelaparan dan kekurangan, dan tak terhitunglah jumlah mereka yang sama sekali tidak berpendidikan. Dunia begitu dimudahkan
dalam upaya menjalin kesatuan dan solidaritas lintas bangsa melalui media sosial, tetapi sementara itu juga sangat banyak yang merasa tersingkirkan bahkan kesepian.
Alat-alat komunikasi yang semakin canggih, memudahkan pemberitaan peristiwa-peristiwa maupun penyebaran cara-cara berpikir dan berperasaan dengan sangat cepat, sambil tanpa disadari menciptakan penciutan ruang refleksi pribadi, dan semakin menumbuhkan distorsi nilai dalam berelasi – karena tanpa perjumpaan dan kehadiran.
Perubahan yang pesat dalam kehidupan manusia saat ini, nyatanya menimbulkan ketidakseimbangan karena kegagalan manusia meramunya dalam sintesa yang serasi. Terjadi ketidakseimbangan antara pemusatan perhatian pada upaya mencari kemudahan-kemudahan praktis dengan nilai-nilai moral suara hati.
Ketidakseimbangan yang melanda dunia dewasa ini sangat berhubungan dengan ketidakseimbangan yang lebih mendasar yang berakar dalam hati manusia. Manusia menderita perpecahan di dalam dirinya dan hal itulah pula yang menimbulkan pertentangan yang cukup berat dalam masyarakat.
Atas keadaan tersebut, Gereja percaya bahwa kunci, pusat dan tujuan seluruh sejarah manusia terdapat pada Tuhan dan oleh karenanya setiap manusia yang hendak menemukan keseimbangan dan kedamaian harus kembali kepada Tuhan. Gereja mempercayai bahwa dibalik segala perubahan yang terjadi saat ini, ada yang tetap tidak berubah, yaitu Tuhan, Yesus Kristus. Dia yang tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya. Dan dalam terang inilah pula gereja berusaha memahami persoalan manusia di jaman ini.
Panggilan Keterlibatan
Masih dalam sesi narasi refleksi, peserta diajak untuk merefleksikan bahwa panggilan keterlibatan umat beriman dalam masyarakat didasarkan pada pengertian bahwa Allah menciptakan orang bukan untuk sendiri-sendiri melainkan membentuk persatuan sosial. Begitu pula Ia bermaksud menguduskan dan menyelamatkan orang bukan satu per satu melainkan dalam persekutuan umat yang mengakuinya dalam kebenaran dan mengabdi kepadaNya dengan suci.
Oleh karenanya setiap orang diharapkan secara aktif bertanggungjawab dan turut serta dalam mengupayakan kesejahteraan umum dan lain lain karya pelayanan yang meningkatkan kesejahteraan hidup banyak orang. Gereja terbangun untuk memberikan kesaksian akan Yesus Kristus. Kehadirannya harus sungguh dapat dirasakan oleh semua orang yang dijumpainya dalam perjalanan. Gereja harus mewujud dalam langkah-langkah nyata dalam perjalanannya bersama dengan semua keluarga manusia.
Jalan Bersama Dalam Keberagaman
Kegiatan dilanjutkan dengan sesi sharing berkelompok. Ada 4 kelompok yang terbagi dan berisi dari berbagai kategori peserta yaitu BIR, OMK, Dewasa dan Lansia. Kegiatan sharing dilakukan di tempat yang terpisah agar dapat terfokus.
Sesi sharing ditutup dengan sesi peneguhan yang dibawakan oleh RD Yustinus Joned Saputra selaku tim fasilitator Sinode Para Uskup Keuskupan Bogor. Dalam sesi peneguhan, Ia menyampaikan beberapa poin penting yaitu;
Pertama, menghidupkan semangat berjalan bersama.
Pribadi yang mampu berbicara dan ber-sharing agar semakin dihayati kekatolikannya dalam bermasyarakat yang bisa diajak untuk berjalan bersama. Jangan pernah berpikir lebih penting atau kurang penting atau bahkan tidak penting. Namun, semua penting. Inilah tujuan yang namanya jalan bersama dalam keberagaman. Ini cara untuk mnemukan Tuhan dalam hidup saudara saudari kita yang lain.
Kedua, membuka diri terhadap peran Roh Kudus.
Kita diajak untuk membawa Roh Kudus dalam sinode dan rekoleksi ini untuk membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Ketiga, mengambil peran dalam upaya memgembangkan Gereja
Kita diajak untuk ber-communio dan bermisi, maka Gereja tanpa misi ibarat kucing tanpa meong. Gereja yang tidak bermisi kehilangan identitasnya. Bermisi untuk bisa saling berbagi dan menjadi garam juga terang dunia.
Keempat, kita dipanggil untuk setia
Sehingga bukanlah untuk sempurna. Ajaklah Roh Kudus yang juga memampukan kita untuk mau bersaksi.
Mengamalkan Cinta Kasih Dalam Kehidupan Sehari-hari
Setelah sesi peneguhan berakhir, kegiatan dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi. Perayaan Ekaristi diadakan secara konselebrasi yang dipimpin oleh RD Aloysius Tri Harjono dan didampingi oleh RD Yustinus Monang Damanik, RD Yustinus Joned Saputra, RD Yosef Irianto Segu dan Fr Diakon Wolfgang Amadeus Mario Sara.
Dalam homili yang disampaikan oleh RD Aloysius Tri Harjono, Ia menyampaikan bahwa dalam perjumpaan sinode ini justru membuat umat semakin terinspirasi dalam mengamalkan hidup kemasyarakatan dalam semangat sinodal itu. Sharing-sharing yang sudah dilakukan tidak hanya berhenti pada kisah itu sendiri, melainkan memberi gerakan baru bagi semua. Hidup nyata umat Katolik bisa berbaur dengan lingkungan dan mengamalkan cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari. Tidak berhenti hanya pada orang-orang tertentu saja, namun semua juga mau bergerak bersama dalam membangun sebuah hubungan humanum yang baik.
Fr Diakon Wolfgang Amadeus Mario Sara, Fr Yohanes Epifanisius Vinsen & Maria Dwi Anggraini
Dokumentasi : Fr Diakon Wolfgang Amadeus Mario Sara
Mantap dan Selamat kepada Paroki Cicurug. Mau tanya, peserta yang jumlah 77 orang itu, berasal dari BIR, OMK dan Lansia. Apakah mereka semua hanya yang “kurang aktif” atau selama ini “kurang terlibat” dalam kegiatan di lingkungan dan paroki? Atau ada juga peserta merupakan umat yang tergolong aktif dalam kegiatan Paroki? Mohon info dikirimkan ke email saya. Terima kasih.