KEUSKUPANBOGOR.ORG- Sekitar 66 orang yang terdiri dari para Clerus dan Lembaga Hidup Bakti yang berkarya di wilayah Dekanat Tengah Keuskupan Bogor, pada hari Rabu, 9 Maret 2022 menghadiri Rekoleksi Sinode Para Uskup yang diadakan di Aula Gereja Paroki Santo Fransiskus Asisi-Sukasari.
Rekoleksi Sinode yang bertema “Transformasi Pelayanan Gereja” ini diawali dengan registrasi dan kemudian sambutan-sambutan. Dalam sambutannya, RD Yustinus Joned Saputra selaku Pastor Dekan Dekanat Tengah mengatakan bahwa kita semua adalah bagian dari Gereja Universal. Dengan menghadiri kegiatan rekoleksi pada hari ini, diharapkan seluruh peserta dapat mendengarkan Roh Kudus dengan telinga hati. Diharapkan pula, kegiatan ini dapat menjadi pembaruan dalam fokus kehidupan pastoral di komunitas kita
“Keuskupan Bogor, Dekanat Tengah, tidak akan menghadirkan arti jika kita mengesampingkan kegiatan hari ini. Kita semua penting di mata Tuhan, kehadiran kita begitu penting dalam pembaruan Gereja Universal. Mari memberikan yang terbaik bagi Tuhan mengundang Roh Kudus agar telinga hati kita dapat mendengarkan yang terbaik bagi Gereja,” Ajak Pastor Paroki St Joannes Baptista-Parung tersebut.
RD Yohanes Suparta selaku Ketua Umum Pelaksanaan Sinode Para Uskup di Keuskupan Bogor yang turut hadir dalam kegiatan memberikan sambutannya. Ia mengatakan bahwa alasan mengapa semua berkumpul pada hari ini adalah sesuai dengan arahan Bapa Paus Fransiskus yaitu bersinode.
“Sinode Para Uskup biasanya dilakukan oleh Para Uskup, namun Bapa Paus Fransiskus melihat bahwa Rahmat Baptisan bagi semua orang Katolik menjadikan mereka semua penting. Maka Bapa Paus melibatkan semua umat beriman untuk dapat terlibat,” tutur Romo Parto.
Lebih lanjut, Ia mengatakan bahwa melibatkan Roh Kudus adalah unsur penting dalam bersinode. Sehingga dalam perjalanan bersinode ini menjadi sebuah perjalanan rohani yang menuntun kita dalam langkah jalan bersama. Rekoleksi ini juga menjadi kesempatan untuk memperdalam semangat panggilan.
Usai sambutan-sambutan, kegiatan dilanjutkan dengan Ibadat Pembuka yang dipimpin oleh RP Athanasius Maria, CSE.
Menguatkan Semangat Teman Seperjalanan
Dalam sesi pengantar yang dibawakan oleh RP Agustinus Anton Widarto, OFM disampaikan arahan proses rekoleksi agar para peserta yang terdiri dari Clerus dan Lembaga Hidup Bakti mengetahui alur selama rekoleksi dan menjelaskan bahwa rekoleksi dimaksudkan untuk menghidupkan semangat “Jalan Bersama” yaitu menyegarkan iman umat dan untuk menguatkan semangat sebagai “teman seperjalanan” bagi umat lain. Rekoleksi sinode ini mengingatkan bahwa karya penyelamatan Tuhan bekerja dalam himpunan keluarga umat Allah-bukan orang per orang.
Selain itu, rekoleksi juga menjadi jalan dalam membuka diri terhadap Roh Kudus dan merupakan tujuan rekoleksi diadakan. Rekoleksi menjadi saat untuk membiarkan diri untuk dibimbing dan mendengar Roh Kudus, melepaskan dominasi otak/pikiran, memberi ruang lebih pada suara hati.
Hal lain yang disampaikan adalah bahwa dengan mengambil peran dalam upaya pengembangan Gereja Katolik juga menjadi tujuan rekoleksi yang dimaksudkan untuk memberi ruang pada setiap orang untuk berpartisipasi. Yaitu terlibat, menemukan, dan menyampaikan hal baik demi perkembangan Gereja baik di tingkat keuskupan maupun universal.
Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa perlu mengambil peran dalam upaya pengembangan Gereja Katolik adalah juga bagian dari tujuan rekoleksi ini yang dimaksudkan untuk memberi ruang pada setiap orang untuk berpartisipasi. Yaitu terlibat, menemukan, dan menyampaikan hal baik demi perkembangan Gereja baik di tingkat keuskupan maupun universal.
Rekoleksi pada hari ini memberikan ruang bagi setiap orang untuk menyampaikan hal baik. Diharapkan dengan mengikuti rekoleksi, para Clerus dan Hidup Bakti dapat mewujudkan keteladanan hidup pastoral. Serta, rekoleksi ini merupakan upaya untuk menyegarkan kembali hidup panggilan yang disertai dengan aksi nyata yaitu pembaruan hidup.
Peserta diharapkan mengikuti proses rekoleksi dengan jujur dan apa adanya, menumbuhkan sikap rendah hati, dan kebaruan dan keterbukaan hati serta membuka diri untuk mendengarkan. Peserta juga diingatkan untuk tidak berprasangka terhadap lain dan tidak terbuai dengan perasaan sudah cukup dan sudah bisa.
Komunitas Murid Yang Misioner
Dalam sesi Narasi Refleksi yang dibawakan oleh RD Aloysius Tri Harjono, peserta diajak untuk merefleksikan tentang Gereja harus menjadi Gereja yang ke luar yaitu komunitas murid yang misioner, Gereja yang mengambil inisiatif, melibatkan diri, mendampingi, dan menghasilkan buah.
Tentang “mengambil inisiatif”, Tuhan memberi contoh dengan lebih dulu mencintai tanpa gentar mengambil langkah pertama, bergerak menemui, mencari yang jauh, mendatangi orang di jalan dan mengundang yang terkucilkan.
Tentang “melibatkan diri”, seperti Yesus membasuh kaki para murid. Komunitas penginjil melalui karya sehari-hari melibatkan diri dalam kehidupan orang lain, mendekatkan yang berjarak, dan merendahkan diri.
Tentang “mendampingi”, seperti Yesus yang menyertai manusia di setiap langkah atau prosesnya,yang mungkin keras dan panjang, kesabaran yang tidak lagi memperhitungkan batas.
Untuk semua itu, kita memerlukan pertobatan yang terus menerus dan upaya bersama untuk membuat perubahan atau transformasi. Bukan kebetulan bahwa gereja duniawi disebut oleh tradisi sebagai gereja peziarah, yaitu gereja dalam perjalanan, kita masih di pengasingan jauh dari Tuhan (2 Kor 5:6), seperti yang diingatkan oleh Konsili Vatikan II (Lumen Gentium, 48). Orang Katolik harus pertama-tama pergi mencari Tuhan agar kemudian mengalami pertobatan sebagai bekal utama karya perutusannya.
Paus Fransiskus membuat seruan yang kuat untuk pertobatan seluruh Gereja. Pertobatan sebagai syarat untuk pewartaan Injil. Hilangnya otoritas dan sentralitas kekatolikan di dunia kontemporer bukanlah kekalahan, tetapi kesempatan untuk kembali ke Injil.
Menemukan Sukacita Injil
Dalam sesi narasi refleksi ini dituturkan bahwa Paus Fransiskus menegaskan secara jelas bahwa identitas dan ciri dasar Gereja adalah misioner. Gereja ada karena diutus. Gereja harus berani untuk keluar, tidak tinggal diam dan tenggelam di dalam, atau berpusat pada diri sendiri. Lebih baik melihat Gereja yang kotor, memar, dan lelah karena keluar, berada di jalanan dunia, daripada sakit dan lesu karena diam di dalam, tidak beranjak dari tempat nyamannya. Gereja harus berani mentransformasi diri dalam hal nilai hidup dan pelayanan-pelayanan dengan terang nasihat Injil.
Orang Katolik adalah orang yang pertama-tama menemukan sukacita Injil, mengalaminya secara batiniah, dan membaca kembali kehidupannya sendiri dalam terang Sabda dan wajah Kristus. Kemudian, dia keluar dari dirinya sendiri, menuju orang lain: “Sukacita Injil yang memenuhi kehidupan komunitas para murid adalah sukacita perutusan” (EG 21).
Setelah sesi narasi refleksi, peserta diajak untuk melakukan renungan secara pribadi dan bergabung dengan kelompok yang sudah terbagi menjadi 5 kelompok untuk melakukan sharing berkelompok.
Disatukan Dalam Rahmat Panggilan
Usai sharing, RD Yohanes Suparta memberikan peneguhan dan penguatan bagi para peserta yang hadir. Dalam sesi ini, Romo Parto mengatakan bahwa dari pengalaman sharing yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa semua orang berbeda baik dari karunia, pengalaman, pemikiran dan lain sebagainya.
Namun, setiap orang disatukan dalam rahmat panggilan yang sama sebagai klerus dan hidup bakti. Setiap orang diperlengkapi dan dilayakan untuk dapat mengambil bagian dalam karya pastoral. Oleh karena itu, menurut Romo Parto, setiap klerus dan hidup bakti hendaknya mensyukuri setiap karunia yang dimiliki seraya terus berusaha mempersembahkan yang terbaik bagi keluarga Tuhan.
Lebih lanjut, Vikaris Jenderal Keuskupan Bogor tersebut menegaskan bahwa melalui kesediaan hadir untuk menjumpai sesama menjadi sarana yang kuat untuk menjumpai Tuhan.
“Jangan pernah merasa kurang dan tidak mampu mengambil bagian, jangan menjadikan keterbatasan sebagai halangan. Setiap orang layak untuk ambil bagian dalam jalan bersama. Perjumpaan menjadi sarana untuk mencintai Tuhan. Memang ada kalanya ada keengganan dalam mengalami perjumpaan tetapi harus berani melangkah pada taraf yang lebih tinggi yaitu dengan menyadari bahwa perjumpaan adalah sarana bertumbuh,” Tegasnya.
Roh Kudus memiliki peran besar. Apabila tidak mendengarkan Roh Kudus, maka sama saja mengingkari kehadiran Tuhan. Melibatkan Roh Kudus adalah hakikat Gereja, karena Roh Kudus akan menumbuhkan kebaikan, kebenaran dan ketulusan. Roh Kudus memiliki daya ubah yang sangat kuat, yang tentunya akan membawa kepada transformasi pastoral. Maka mendengarkan Roh Kudus dalam kehidupan sehari-hari adalah hal yang perlu dilakukan.
Rahmat Panggilan memberikan sebuah konsekuensi untuk tidak tinggal diam dan harus ambil bagian dalam karya pelayanan melalui peran nyata yang diwujudkan karena ini adalah rasa syukur atas rahmat tahbisan yang telah diterima. Perlu menyadari peran sentral ini agar tidak tinggal diam dan berperan nyata dalam keteladanan pastoral.
“Tugas kita sebagai kaum Klerus dan Hidup bakti adalah memastikan semua persoalan selesai, tetapi untuk terus Berjuang setia dalam karya-karya baik yang bisa kita lakukan oleh karena kesetiaan pada setiap karya yang baik, itu artinya juga kesetiaan kepada Tuhan sendiri, Sang Sumber Kebaikan. Terwujudnya Gereja yang berjalan bersama memerlukan kita yang untuk siap diubah oleh Roh Kudus,” Tutupnya menyampaikan peneguhan.
Langkah Jalan Bersama
Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Mgr Paskalis Bruno Syukur sebagai Konselebran Utama dan didampingi oleh RD Yohanes Suparta, RD Yustinus Joned Saputra, RD Yustinus Dwi Karyanto, dan Fr Diakon Albertus Bangkit Sihotang.
Dalam homili yang disampaikan oleh RD Yustinus Joned Saputra, dikatakan bahwa sering kali kita menutup diri terhadap kemungkinan cara orang lain menyampaikan pendapat. Melalui rekoleksi sinode pada hari ini, kita diajak untuk mau membuka diri dan ditantang untuk merendahkan hati dalam mendengarkan sesama.
Dengan terlibat ambil bagian dalam rekoleksi pada hari ini, semua peserta diingatkan kembali bahwa kita adalah pribadi-pribadi yang penting dan bermakna di mata Tuhan. Keterlibatan perjumpaan pada hari juga merupakan sebagai sebuah langkah perjalanan bersama demi kebaikan Gereja Universal.