KEUSKUPANBOGOR.ORG- Komisi Pendidikan (Komdik) Keuskupan Bogor bekerjasama dengan Majelis Pendidikan Katolik (MPK) Keuskupan Bogor menggelar Seminar Pendidikan dengan tema “Guru Katolik Masihkah Berjiwa Katolik?”. Seminar diadakan di Aula Magnificat lantai 4 Gedung Pusat Pastoral Keuskupan Bogor dan disiarkan juga melalui aplikasi zoom meeting yang dilaksanakan pada hari Sabtu (19/3/2022) pagi. Kegiatan ini dihadiri oleh sekitar 400 partisipan yang merupakan Guru Katolik yang berada di Keuskupan Bogor.
“Karya pendidikan di Keuskupan Bogor tidak terlepas dari pelayanan yang diberikan oleh Bapak dan Ibu Guru, tentunya dalam karya pendidikan ini para Bapak dan Ibu Guru menjaga nilai-nilai dan karakter yang membawa kepada transformasi manusia menuju cinta kasih,” ujar RD Yohanes Anggi Witono Hadi selaku Ketua Komisi Pendidikan Keuskupan Bogor mengawali sambutannya pada seminar ini.
Lebih lanjut, Ia pun mengucapkan rasa terima kasihnya bagi para tenaga pendidik yang mau berjalan bersama dalam memaknai karya pendidikan di Keuskupan Bogor. Ia pun berpesan agar para tenaga pendidik senantiasa memupuk iman kepercayaan kepada Yesus Kristus yang sejatinya akan membimbing kepada jalan kebaikan.
Roy Yusuf selaku Ketua MPK Keuskupan Bogor yang turut hadir dalam seminar pada hari ini mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Komdik dan MPK. Ia menyebutkan bahwa momentum kebersamaan antara Komdik dan MPK ini merupakan sinergi untuk saling menguatkan dalam menghadapi kondisi dunia pendidikan setelah pandemi karena akan banyak tantangan sebagai tenaga pendidik. Ia pun berharap agar melalui seminar yang diadakan pada hari ini, dapat menghadirkan kerajaan Allah yang membawa sukacita dan menjadi terang dan garam dimanapun karya pelayanan dilakukan.
Kesetiaan Sebagai Seorang Guru
Mgr Paskalis Bruno Syukur selaku Uskup Keuskupan Bogor menyampaikan rasa terima kasihnya kepada para tenaga pendidik. Melalui tugas dan peran sebagai guru, pendidik dan pengajar, para Guru menggembalakan umat dalam diri anak, remaja, dan anak muda yang datang ke sekolah.
Mgr Paskalis amat meyakini peran Guru adalah sebagai garam dan terang di dunia pendidikan. Ia pun berharap agar para Guru senantiasa bergembira dan bersukacita dalam menjalani perannya sebagai seorang tenaga pendidik.
“Yesus adalah Guru kita, sang Guru Sejati. Maka hendaknya kita mengimani semangat Yesus sebagai seorang Guru dan setia dalam setiap proses yang dijalani. Anda menjalankan tugas Anda dalam menjadi garam dan terang dunia sebagai guru dan pengajar,” harap Mgr Paskalis.
Tenaga Pendidik atau Guru sudah sepatutnya memiliki semangat dan jiwa yang dibarui dalam mendidik, hal tersebut yang akan menjadi spirit karya pelayanan kedepan. Seperti itulah yang dikatakan oleh RP Thomas Becket Gandhi Hartono, SJ selaku Sekretaris Eksekutif Komdik KWI yang turut hadir dan memberikan sambutannya dalam seminar pendidikan pada hari ini.
Ia pun menyebutkan ada empat kata kunci yang perlu dijalankan, yaitu;
Identitas Sekolah Katolik, menjadi sangat penting dalam perbaruan hidup. Apapun zamannya, identitas ini harus melekat maka dalam pengelolaan tenaga pendidik harus dibimbing.
Pedagogi, bagaimana menemani anak untuk menunjukkan hidupnya yang lebih baik karena sekolah adalah pedagogi.
Tata Kelola Manajerial yang Dibarui, ini dapat menjadi refleksi bersama bagi para tenaga pendidik dan insan pendidikan.
Desain Kurikulum, kita melakukan kebijakan pemerintah tapi spiritnya harus didesain untuk ramah anak dan berkolaborasi dengan orang tua.
Lebih lanjut Romo Gandhi mengatakan bahwa pendidikan perlu menekankan yang baik dan benar. Perlu adanya pengolahan hati, kepala/nalar, dan tangan/keterampilan.
“Sebagai tenaga pendidik kita perlu mengajak belajar supaya kita bisa berpikir apa yang kita rasakan, dan merasakan apa yang kita pikirkan. Jadi ada keseimbangan antara hati dan nalar. Keseimbangan ini bisa membuat anak-anak untuk baik dan benar dan selamat jiwanya,” tegasnya.
Belajar Dari Sang Guru Utama Yaitu Yesus Kristus
RD Robertus Untung Hatmoko selaku Vikaris Episkopal (Vikep) Pendidikan memberikan catatan penting bahwa pandemi menjadi masa refleksi bagi kita apakah kita semua masih punya jiwa Katolik. Masa ini menjadi masa untuk berbenah diri, maka guru-guru tidak kehilangan kekatolikannya.
Guru adalah tenaga pendidik yang resmi di sekolah. Guru merupakan seorang pribadi yang tugasnya membantu murid menemukan pengetahuan, kompetensi dan nilai diri. Menjadi guru adalah membangkitkan sukacita mengekspresikan pendidikan dan menanamkan nilai-nilai Gereja.
Romo Untung menyebutkan bahwa sebagai seorang Guru harus mengajar sesuai dengan bidang dan kompetensi yang dimiliki. Selain itu, ada beberapa poin yang Ia tegaskan yaitu;
Guru perlu menjadi pribadi yang organisatoris, Yaitu dengan menjalin kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan masyarakat.
Guru adalah Imam, Seorang guru Katolik memiliki tugas untuk menguduskan artinya guru mengenalkan murid tentang Allah.
Guru adalah penanggung jawab utama dalam pendidikan, Kesadaran bahwa Guru memiliki tanggung jawab utama dalam pendidikan. Sungguh mengarahkan bukannya hanya intelektual tapi keimanan.
Guru harus mampu menjadi pendidik karakter dan pelaku perubahan, Mengajarkan bagaimana menciptakan sesuatu dan yang terpenting adalah selalu memperbarui diri untuk itu kita harus belajar dari guru utama kita yaitu Yesus Kristus.
Romo Untung berharap agar Guru Katolik bukan hanya membuat siswanya pandai, tapi menjadi pribadi-pribadi yang hebat. Ia pun mengajak semua tenaga pendidik untuk memiliki jiwa Katolik yang belajar dari Sang Guru Utama yaitu Yesus Kristus.
Tuhan Yang Berkarya
Berkarya di dalam dunia pendidikan tentulah mengalami berbagai dinamika dan tantangan tersendiri. Namun, hal tersebutlah yang menjadi pengalaman-pengalaman yang berharga dan menjadi nilai bermakna dalam karya pelayanan di dunia pendidikan. Entah suka ataupun duka, semuanya itu ada turut andil Tuhan didalamnya. Tentunya merupakan karya Tuhan dalam menempa umat-Nya untuk dapat berproses dan menjadi perpanjangan tangan-Nya dalam menghadirkan Kerajaan Allah di bumi.
Seperti yang dialami oleh Agnes Atik Susilawati, seorang Guru yang telah berkarya selama 24 tahun di sebuah sekolah Katolik yang berada di Keuskupan Bogor. Dalam pelayanannya sebagai seorang tenaga pendidik, Ia bukan hanya mengajar namun juga menghadirkan diri sebagai seorang sahabat bagi anak-anak muridnya. Tidak sedikit muridnya yang bercerita mengenai persoalan hidup mereka. Ia berusaha mendengarkan secara seksama apa yang menjadi keluh kesah murid-muridnya tersebut. Ia pun berempati dengan keadaan yang dirasakan oleh muridnya tersebut.
Atik pun membagikan pengalamannya dalam mendampingi seorang siswanya yang beragama Katolik yang mengalami krisis iman dan berperilaku tidak semestinya. Awalnya Ia dan para rekan Guru di sekolahnya menghadapi kesulitan dalam mendampingi siswanya tersebut. Namun dengan rutin Doa Novena dan sabar menghadapi proses, akhirnya siswa tersebut mau untuk dibimbing dan kembali ke imannya.Tentulah ini merupakan karya Tuhan dan dukungan dari orangtua, rekan Guru dan suster yang turut andil mendampingi.
Lain lagi dengan cerita yang dibagikan oleh Matius Budiono, seorang tenaga kependidikan yang bertugas di Tata Usaha di sebuah sekolah Katolik di Keuskupan Bogor. Ia telah berkarya selama 34 tahun, lingkungan dan komunitas dimana Ia bekerja dari waktu ke waktu mewarnai kehidupannya.
Dari pengalamannya, Matius belajar banyak hal dalam dari rekan-rekannya di tempat bekerja. Salah satunya adalah terlibat dalam kehidupan menggereja, hal ini adalah perubahan signifikan dalam dirinya. Ia pun bersyukur karena boleh ambil bagian dalam karya pelayanan di dunia pendidikan,penderitaan Yesus menjadi motivasi dalam melalui proses yang Ia lalui.
Berbeda pula dengan yang dialami seorang Guru beragama Katolik yang menjadi tenaga pengajar di sekolah swasta umum, Yustina Tri Handayani pernah mengalami pengalaman tidak dianggap dan dibanding-bandingkan. Sebagai seorang Katolik yang berada di lingkungan sekolah yang mayoritas beragama lain dengannya, Ia pernah mendapatkan komentar negatif karena Ia “berbeda”.
Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangatnya dalam berkarya dan mengajar. Justru hal tersebut membuatnya semakin yakin bahwa ada campur tangan Tuhan yang menempatkan dirinya di lingkungan tersebut. Ia pun tidak kenal lelah dalam mendidik anak-anak muridnya, hingga Ia berhasil membawa muridnya menjadi juara di bidang Akuntansi Ekonomi.
Hal tersebut tidak membuat Ia memegahkan diri, karena Ia percaya bahwa apa yang dilakukan olehnya ada campur tangan Tuhan dan Ia pun selalu percaya bahwa rencana Tuhan indah pada waktunya dan tidak ada yang tidak mungkin.
“Seolah-olah saya yang hebat, tapi sebenarnya Tuhan yang berkarya. Jangan pernah meragukan pendampingan Tuhan. Kenali potensi, kembangkan dan ukirkan prestasi selebihnya Tuhan akan menggenapi. Jika Tuhan berkehendak tidak ada kekuatan lain yang akan menghalangi,” kira-kira seperti itulah yang disampaikan oleh Drs.Helda seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjadi seorang Kepala Sekolah di sekolah negeri.
Sebagai seorang yang beragama Katolik, keturunan Tionghoa dan seorang perempuan, awalnya Ia mendapatkan kendala dalam prosesnya menjadi seorang Kepala Sekolah. Ia sempat mengalami penolakan akibat identitas yang Ia miliki. Meski kecewa, Helda tetap memiliki keyakinan dan kekuatan yang diberikan oleh Tuhan.
Pengalaman kekecewaannya tersebut, sama sekali tidak menyurutkan semangat dan etos kerja yang Ia miliki. Keyakinannya akan waktu Tuhan pun berbuah manis, akhirnya Ia diangkat sebagai seorang Kepala Sekolah dan ditempatkan di sebuah sekolah yang berada di pinggiran kota.
Fasilitas sekolah yang dapat dikatakan jauh dari cukup dan jumlah siswa yang tidak banyak, tidak menyurutkan semangatnya dan Ia pun tertantang untuk berproses dalam memajukan sekolah tersebut. Pada akhirnya, campur tangan Tuhan sungguh nyata dan membuahkan hasil dengan mengubah sekolah yang pada awalnya serba kekurangan menjadi sekolah yang dapat dibanggakan dan berprestasi.
Menjadi Seperti Yesus
RD Yohanes Driyanto membawakan materinya dalam seminar pendidikan hari ini, Ia menegaskan bahwa kita semua perlu menjadi seperti Yesus. Menjadi seorang individu yang secara tegas menyadari bahwa identitas sebagai umat Katolik adalah Anak Allah yang terkasih serta menyadari bahwa kita semua terlahir untuk sebuah misi di dunia. Misi adalah alasan keberadaan atau yang dapat dan harus dilakukan yaitu mewartakan pertobatan dan Kerajaan Allah.
Vikaris Judisial Keuskupan Bogor tersebut juga mengatakan bahwa ketika mendidik adalah membuat para siswa didik mengetahui dan meyakini bahwa dirinya adalah pribadi yang dikasihi oleh Allah. Selain itu, kesadaran untuk bermisi mewartakan pertobatan dan Kerajaan Allah yang dimiliki oleh siswa didik adalah unsur yang perlu dicapai dalam mendidik.
Romo Driyanto pun menegaskan bahwa sebagai seorang Guru beragama Katolik yang masih memiliki jiwa kekatolikan, perlu membangun sikap yang baru yang membawa diri untuk menunjukan ajaran Yesus di dalam diri. Selain itu menumbuhkan spiritualitas yang tampak dalam cara kerja dan pengelolaan yang mencirikan ajaran Yesus, Sang Guru Utama.
Komsos Keuskupan Bogor