KEUSKUPANBOGOR.ORG- Rekoleksi Sinode diadakan bagi Para Clerus dan Lembaga Hidup Bakti yang berada dan berkarya di wilayah Dekanat Utara Keuskupan Bogor pada hari Rabu, 23 Maret 2022 di Gedung Pastoral Paroki Santo Paulus-Depok Lama. Rekoleksi Sinode pada hari ini bertema “Transformasi Pelayanan Gereja” dan dihadiri 55 peserta.
Dalam sambutannya, RD Gregorius Agus Edy Cahyono selaku Pastor Dekan Dekanat Utara mengucapkan rasa terima kasihnya kepada semua pihak yang mempersiapkan pelaksanaan rekoleksi sinode pada hari ini.

“Kita senantiasa diajak untuk merefleksikan pengalaman-pengalaman yang telah dijalani. Pengalaman-pengalaman yang telah kita alami mendasari apa yang akan disampaikan pada sharing kita bersama nanti. Kita juga diajak untuk mendengarkan sharing dari pengalaman-pengalaman yang dialami oleh rekan-rekan kita mengenai pengalaman pastoral. Semoga Roh Kudus hadir di atas kita agar sinode dapat berjalan dengan baik, ” ujar Pastor Paroki Santo Markus-Depok Timur tersebut.
Menghidupi Karya Pelayanan
Mgr Paskalis Bruno Syukur selaku Uskup Keuskupan Bogor yang turut hadir dalam rekoleksi pada hari ini mengatakan bahwa Bapa Paus mengajak seluruh Clerus dan Lembaga Hidup Bhakti untuk membangun Gereja Sinodal. Bapa Paus mengajak agar sinode dijalankan di Gereja Katolik seluruh dunia. Ia mengajak keuskupan-keuskupan di seluruh dunia untuk menanggapi hal ini.
Keuskupan Bogor menanggapi ajakan Bapa Paus dengan cara mengadakan sinode dengan cara rekoleksi karena Bapa Paus mengajak seluruh Gereja agar pelaksanaan sinode untuk sarana membuka hati dalam berkarya dan Roh Kudus membangun dalam persekutuan.
“Jika kita mau sungguh-sungguh mendengarkan Roh Kudus dalam hati kita, maka kita melakukan rekoleksi untuk membangun relasi dengan Roh Kudus. Atas dasar itulah, Kuria Keuskupan Bogor ingin mengadakan rekoleksi di masing-masing paroki dan lembaga-lembaga hidup bhakti di setiap dekanat yang berada di Keuskupan Bogor,” Tutur Mgr Paskalis.

Lebih lanjut, Mgr Paskalis berharap agar semangat berjalan bersama sungguh-sungguh dihidupi dalam karya pelayanan yang dilakukan. Sinode bukanlah semata-mata sebuah acara seremonial belaka, tetapi hendaklah dihayati bahwa kegiatan rekoleksi ini sungguh menjadi bagian dalam cara menghidupi Gereja Katolik. Apa yang diperjuangkan dalam sinode ini juga merupakan kelanjutan dari Sinode di tahun 2019 yang lalu untuk dijalankan sebagai cara hidup bagian dari Gereja Keuskupan Bogor.
Mgr Paskalis juga mengharapkan agar kharisma tarekat yang berasal dari Roh Kudus semakin diteguhkan melalui pelaksanaan rekoleksi sinode pada hari ini. Karena Karunia dari Roh Kudus perlu untuk sungguh-sungguh dihidupi dan dilandasi dengan sukacita.

Usai sambutan-sambutan, kegiatan dilanjutkan dengan Ibadat Pembuka yang dipimpin oleh RD Nikasius Jatmiko.
Keteladanan Hidup Pastoral
Dalam sesi pengantar yang dibawakan oleh RP Athanasius Maria, CSE disampaikan mengenai arahan proses rekoleksi agar para peserta yang terdiri dari Clerus dan Lembaga Hidup Bakti mengetahui alur selama rekoleksi dan menjelaskan bahwa rekoleksi dimaksudkan untuk menghidupkan semangat “Jalan Bersama” yaitu menyegarkan iman dan untuk menguatkan semangat sebagai “teman seperjalanan” bagi sesama Clerus dan anggota Lembaga Hidup Bhakti.
Rekoleksi juga menjadi jalan dalam membuka diri terhadap Roh Kudus dan merupakan tujuan rekoleksi diadakan. Rekoleksi menjadi saat untuk bersama-sama membiarkan diri untuk dibimbing dan mendengar Roh Kudus, melepaskan dominasi otak/pikiran, memberi ruang lebih pada suara hati.
Hal lain yang disampaikan adalah bahwa dengan mengambil peran dalam upaya pengembangan Gereja Katolik juga menjadi tujuan rekoleksi yang dimaksudkan untuk memberi ruang pada setiap orang untuk berpartisipasi. Yaitu terlibat, menemukan, dan menyampaikan hal baik demi perkembangan Gereja baik di tingkat keuskupan maupun universal.

Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa perlu mengambil peran dalam upaya pengembangan Gereja Katolik adalah juga bagian dari tujuan rekoleksi ini yang dimaksudkan untuk memberi ruang pada setiap orang untuk berpartisipasi. Yaitu terlibat, menemukan, dan menyampaikan hal baik demi perkembangan Gereja baik di tingkat keuskupan maupun universal.
Rekoleksi pada hari ini memberikan ruang bagi setiap orang untuk berpartisipasi dalam menyampaikan hal baik. Diharapkan dengan mengikuti rekoleksi, para Clerus dan Hidup Bakti di Dekanat Utara dapat mewujudkan keteladanan hidup pastoral. Serta, disebutkan bahwa rekoleksi pada hari ini merupakan upaya untuk menyegarkan kembali hidup panggilan yang disertai dengan aksi nyata yaitu pembaruan hidup.
Peserta diharapkan mengikuti proses rekoleksi dengan jujur dan apa adanya, menumbuhkan sikap rendah hati, dan kebaruan dan keterbukaan hati serta membuka diri untuk mendengarkan. Peserta juga diingatkan untuk tidak berprasangka terhadap lain dan tidak terbuai dengan perasaan sudah cukup dan sudah bisa. Selain itu, diharapkan rekoleksi ini menstimulasi para Clerus dan Hidup Bhakti untuk mewujudkan keteladanan pastoral serta mengambil inisiatif pertama bagi umat yang ingin diaktifkan. Transformasi adalah sesuatu yang tidak selalu melulu menyampaikan himbauan melainkan peran aktif dan inisiatif.
Selain menyampaikan pengantar, Romo Athan turut menyampaikan kaidah-kaidah umum yang perlu diketahui oleh para peserta seperti,
Jujur dan otentik, sharing dengan jujur dan apa adanya.
Rendah hati, dengan tidak menganggap diri lebih tinggi dan menumbuhkan sikap menghargai dan mendengarkan orang lain saat sharing.
Kebaruan dan keterbukaan hati, mencari dan menyampaikan segala sesuatu yang ‘menyegarkan’ dan bukan ungkapan kekecewaan. Supaya arah sharing mengarah ke sesuatu yang membaharui.
Menghindari prasangka buruk terhadap orang lain, dengan menganggap orang lain dipilih dan sama-sama diperlengkapi Tuhan untuk saling menumbuhkan dalam proses rekoleksi. Setiap keunikan pada orang lain harus dipandang sebagai sesuatu yang memperlengkapi.
Tidak terbuat oleh perasaan sudah cukup, karena perasaan sudah cukup menutup peluang terhadap pengetahuan dan pengalaman yang baru dan menumbuhkan.
Tentang realitas iman bukan ideologis, dengan tidak terjebak dalam teori-teori yang abstrak.
Menumbuhkan harapan dan memimpikan masa depan Gereja, para peserta diharapkan saling berproses dalam semangat untuk saling menumbuhkan harapan.
Tantangan Para Pelaku Pelayanan
Pada hari ini, sesi Narasi Refleksi bertema tentang Transformasi Pelayanan Gereja. Narasi dibawakan oleh RD Dominikus Savio Tukiyo, para peserta diajak untuk menyadari dalam masa ini di diri pekerja pelayanan, termasuk para religius, memberi perhatian yang berlebihan terhadap kebebasan dan keinginan menyenangkan diri, yang membuat kita melihat pelayanan sebagai tambahan belaka, seolah-olah bukan sebagai bagian dari identitas. Akibatnya walaupun berdoa, masih saja memiliki individualisme yang tinggi, krisis identitas, dan semangat melayani yang redup. Kita lebih mudah pesimis, bersungut-sungut dan kecewa.
Tantangan para pelaku pelayanan lainnya adalah “keduniawian spiritual” yang bersembunyi di balik kesalehan dan bahkan kasih kepada Gereja, yakni mencari bukan kemuliaan Allah tetapi kemuliaan manusiawi dan kesejahteraan pribadi. Terjebak pada kecenderungan menganggap diri sendiri penting dan baik, sehingga bukannya melakukan penginjilan, tetapi justru dengan mudah menganalisis dan mengklasifikasi orang lain berdasarkan prasangka buruk kita.
Bukannya membuka pintu kepada rahmat tetapi justru menghabiskan energi untuk mengawasi dan menghakimi orang lain. Pada akhirnya gereja sebagai lembaga, sibuk dengan mengatur hal-hal di dalam ruangan rumah kita sendiri, sibuk dengan interior di dalam rumah dan mulai tumpul dengan tugas misioner yang berorientasi ke luar.

Gereja sebagai lembaga perlahan menjauh dari akarnya, yaitu umatnya sendiri. Gereja tidak tumbuh menjadi gereja yang “dekat”, tetapi menjadi gereja yang “berjarak” dengan orang-orang yang dilayaninya. Para aktivis pelayanan lebih terlihat seperti sekelompok elit orang yang sibuk memikirkan dirinya sendiri atas nama pelayanan.
Upaya Bersama Untuk Melakukan Perubahan
Masih dalam narasi refleksi, dikatakan bahwa Paus memimpikan agar Gereja Katolik dapat mengubah setiap kebiasaan, gaya hidup, pengaturan waktu, bahasa, dan struktur atau susunan gerejawi menjadi kanal yang memadai untuk penginjilan di dunia masa kini. Gereja harus lebih takut menjadi Gereja yang tertutup dalam struktur yang mapan dan merasa aman karena seolah-olah hidup dalam kebiasaan yang membuat kita merasa selamat, sementara di luar pintu kita ada orang-orang kelaparan dan Yesus tanpa henti berkata, “Beri mereka sesuatu untuk dimakan”.
Gereja harus menjadi Gereja yang ke luar yaitu komunitas murid yang misioner, Gereja yang mengambil inisiatif, melibatkan diri, mendampingi, dan menghasilkan buah.
Paus Fransiskus membuat seruan yang kuat untuk pertobatan seluruh Gereja. Pertobatan sebagai syarat untuk pewartaan Injil. Hilangnya otoritas dan sentralitas kekatolikan di dunia kontemporer bukanlah kekalahan, tetapi kesempatan untuk kembali ke Injil.
Menemukan Sukacita Injil
Dalam sesi narasi refleksi ini dituturkan bahwa Paus Fransiskus menegaskan secara jelas bahwa identitas dan ciri dasar Gereja adalah misioner. Gereja ada karena diutus. Gereja harus berani untuk keluar, tidak tinggal diam dan tenggelam di dalam, atau berpusat pada diri sendiri. Lebih baik melihat Gereja yang kotor, memar, dan lelah karena keluar, berada di jalanan dunia, daripada sakit dan lesu karena diam di dalam, tidak beranjak dari tempat nyamannya. Gereja harus berani mentransformasi diri dalam hal nilai hidup dan pelayanan-pelayanan dengan terang nasihat Injil.

Orang Katolik adalah orang yang pertama-tama menemukan sukacita Injil, mengalaminya secara batiniah, dan membaca kembali kehidupannya sendiri dalam terang Sabda dan wajah Kristus. Kemudian, dia keluar dari dirinya sendiri, menuju orang lain: “Sukacita Injil yang memenuhi kehidupan komunitas para murid adalah sukacita perutusan” (EG 21).
Setelah sesi narasi refleksi, peserta diajak untuk melakukan renungan secara pribadi dan bergabung dengan kelompok yang sudah terbagi menjadi empat kelompok untuk melakukan sharing bersama.
Membangun Komunitas Dengan Baik
Usai sharing, RD Aloysius Tri Harjono memberikan peneguhan dan penguatan bagi para peserta yang hadir.
Dalam peneguhannya, Ia mengatakan bahwa dari pengalaman sharing yang dilakukan kita dibawa kepada kesadaran bahwa kita diperlengkapi dan dilayakan untuk ambil bagian dalam karya pastoral. Jadi setiap Clerus dan Hidup Bhakti hendaknya mensyukuri setiap karunia yang dimiliki seraya terus berusaha mempersembahkan yang terbaik bagi keluarga Tuhan.
Mendengarkan Roh Kudus menjadi kebutuhan kita semua sebagai umat Allah agar kita tumbuh dalam kesatuan. Roh Kudus mengajarkan kita untuk berbuat baik serta menuntun kita untuk membangun komunitas dengan baik. Roh Kudus memiliki daya transformasi terhadap individu, komunitas, Gereja dan dunia.

Peran nyata sebagai Clerus dan Hidup Bhakti adalah konsekuensi yang diterima. Dengan peran nyata atas rahmat tahbisan, kita menyadari bahwa hal tersebut adalah anugerah.
Mengambil peran dalam mewujudkan transformasi adalah upaya untuk menuju Gereja yang dekat dan terbuka, serta menghidupi semangat pastoral. Bahwa semangat pastoral ini mempunyai daya ubah yang kuat dalam kehidupan Gereja.
Lebih lanjut dikatakan, melalui rekoleksi ini kita disadarkan akan anugerah tahbisan dan rahmat panggilan. Maka kita perlu bersedia untuk diubah dalam terang Roh Kudus. Terwujudnya Gereja yang berjalan bedanya memerlukan kuta yang siap diubah oleh Roh Kudus.
Roh Kudus Berkarya Atas Diri Kita
Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Mgr Paskalis Bruno Syukur dan didampingi oleh RD Gregorius Agus Edy Cahyono, RP Agustinus Anton Widharto, OFM, dan Fr Diakon Wolfgang Amadeus Mario Sara.

Dalam homili yang disampaikan oleh RD Gregorius Agus Edy Cahyono, dikatakan bahwa sinode memiliki arti berjalan bersama untuk melangkah bersama menuju hal yang baik.
“Dalam kesempatan ini, kita diajak untuk berpartisipasi bahwa kita adalah komunitas yang hidup. Hingga kita menyadari akan misi perutusan kita di dunia ini. Diharapkan lewat sinode, kita dapat menyadari sebagai orang-orang yang dipanggil Tuhan untuk berkarya dan menyadari bahwa panggilan ini adalah hal yang suci. Sehingga pada akhirnya, kita mau meminta dukungan orang-orang sekitar karena kita menyadari kita tidak mampu berjalan sendiri. Kita disadarkan bahwa Roh Kudus berkarya atas diri kita sehingga kita mampu berjalan dengan baik dan mencapai apa yang kita harapkan,” Tegas Romo Greg.
Ia pun berharap agar para Clerus dan Lembaga Hidup Bhakti yang berkarya di Dekanat Utara mau untuk melibatkan Roh Kudus dalam karya pelayanan yang dijalani dan agar dapat berproses akan kesadarin diri. Hingga akhirnya semua menyadari akan peran dan menghidupi panggilannya masing-masing.

RP Agustinus Anton Widharto, OFM selalu Pastor Paroki Santo Paulus-Depok Lama, sebelum berkat penutup mengucapkan rasa terima kasihnya atas kepercayaan yang diberikan kepada Paroki Santo Paulus untuk menjadi tuan rumah pelaksanaan rekoleksi sinode bagi para Clerus dan Lembaga Hidup Bhakti Dekanat Utara. Ia berharap semoga melalui rekoleksi pada hari ini dapat menjadi sarana bertumbuh dan berkembang.
Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Bogor