‘Hidup itu Anugerah’ Menjadikan RD Ignatius Heru Wihardono Selalu Mensyukuri Setiap Langkah Kehidupannya

Loading

Kelapa Dua, Keuskupan Bogor – Menjadi hari yang istimewa pada tanggal 6 Agustus 2024, Pastor Paroki Santo Thomas, RD. Ignatius Heru Wihardono, merayakan 35 tahun Tahbisan Presbiteratnya.

Perayaan syukur ini diawali dengan Perayaan Ekaristi pada pukul 18.00 WIB dengan selebran utama Vikaris Jenderal Keuskupan Bogor, RD. Yohanes Suparta, yang didampingi oleh: RD. Ignatius Heru Wihardono, RD. Yosef Sirilus Natet, RD. Augustinus Hardono, RD. Agustinus Adi Indiantono, Agustinus Anton Widarto, OFM., RD. Yustinus Monang Damanik, RD. Lukas Wiganggo, RD. FX Sutanto, dan RD Petrus Jimmy Rampengan. 

Dihadiri oleh umat Paroki Santo Thomas, para undangan yang merupakan umat terutama dari Paroki Sentul, Paroki Cinere, serta keluarga, Romo Parto dalam homilinya mengatakan bahwa kita patut bersyukur atas pengalaman tiga murid Yesus, yaitu Yakobus, Petrus, dan Yohanes, di mana Yesus tidak memperbolehkan murid-muridNya itu menceritakan pengalaman mereka sebelum Anak Manusia dibangkitkan.

Pengalaman para murid Yesus tersebut membuat pewartaan mereka semakin dikuatkan, sungguh diteguhkan siapa Yesus yang mereka ikuti itu. Maka, ketika Yesus wafat, dikubur, dan bangkit, mereka mulai mengingat-ingat kembali, bahwa memang sejak Yesus hidup pun sudah menunjukkan siapa Dia sesungguhnya.

Hal tersebut dinyatakan Yesus setelah menyampaikan syarat-syarat kepada para muridNya, bila ingin mengikuti Dia. Apa syaratnya? Setiap orang yang menjadi muridNya, harus memanggul salib dan mengikuti Yesus.

Tentunya menjadi pertanyaan para murid, apakah sepadan bila mengikuti Yesus, sementara Dia akan menderita nantinya, akan disalibkan, dan yang mengikutiNya harus ikut memanggul salib?

Maka setelah mengalami pengalaman khusus, maka mereka kemudian semakin teguh mengikuti bahwa Dia yang disalibkan, yang mati itu, berasal dari Allah, dan sungguh dekat dengan Allah. Mereka ingat, ketika Yesus sungguh berkilau ketika didampingi oleh dua nabi besar, yaitu Musa dan Elia, yang diketahui sangat dekat dengan Allah.

Kita, yang menerima pewartaan dari mereka, para murid Yesus seharusnya bersyukur, meski belum tentu mengalami seperti apa yang dialami oleh murid Yesus, yang melihat kemuliaan Allah. Bersyukur karena para murid itu boleh mengalami apa yang dilihat sebagai kemuliaan Yesus.

Kita belum tentu mengalami pengalaman seperti murid Yesus, belum tentu mendengar suara-suara dari langit yang menyatakan bahwa Yesus adalah anak Allah, namun kita adalah orang-orang yang dibaptis dalam nama Yesus.

Meskipun kita hanya ‘seperti ini’, sebesar apapun dosa yang kita miliki namun kita boleh mencicipi karya Allah, boleh menjadi anak-anak angkat Allah, melalui baptisan yang kita terima.

Maka menjadi permenungan kita, kalau kita mau bersyukur atas anugerah baptis yang kita terima, lalu apa yang kita usahakan supaya Allah yang sudah berkenan itu tetap berkenan pada saya, sebagai anak-anakNya?

Para murid memberi contoh kepada kita, untuk berkenan kepada Allah tidak perlu melalui pengalaman yang luar biasa, yaitu ketika orang-orang berkumpul mendengarkan Yesus, sementara Yesus menyuruh muridNya untuk memberi makan mereka yang banyak itu, sedangkan di situ hanya ada lima roti dan dua ikan. Menariknya, Yesus tidak menggandakan sumber makanan yang ada, tidak membuat sulap, tetapi Dia mengucap berkat dan membagi-bagi, dan terjadilah mukjizat di situ.

Diingatkan, dengan berbagi, itu sesuatu yang berkenan kepada Allah. Melalui berbagi, Allah berkenan hadir. Kekuatan ‘berbagi’, apapun yang kita miliki, berbagi perhatian, berbagi makanan, berbagi keterampilan, berbagi pengetahuan, maka kita mau tetap agar Allah berkenan bagi kita.

Patut bersyukur pada hari ini Romo Heru telah ‘berbagi’ selama 35 tahun menjadi imam. Sekian lama Romo Heru mengupayakan agar Allah berkenan padanya, dengan berbagi, yang diwujudkan dalam pelayanan imamatnya. Ada dua hal yang menarik dari Romo Heru, yaitu membuat segala sesuatu teratur, dan perhatiannya terhadap liturgi disiapkannya dengan sangat baik karena liturgi adalah penting dalam kehidupan kita.

Ada cara-cara tertentu yang diwujudkan agar Allah berkenan kepada kita. Maka kepada Romo Heru, kita senantiasa bersyukur dan agar Romo Heru selalu diberi kesehatan, serta sukacita dalam pelayanan.

Menjadi pertanyaan refleksi kita, apa yang bisa saya bagikan agar Allah tetap berkenan kepada kita sehingga rahmat baptisan yang kita terima sebagai kekuatan agar kita bisa membangun hidup bersama yang baik, karena kita menyadari ada Roh Tuhan yang bekerja pada diri kita untuk menghadirkan Allah dalam diri kita.

Hidup adalah Anugerah

Dalam sambutannya, Romo Heru mengucapkan terima kasih kepada para romo yang telah hadir, keluarga, umat dari berbagai paroki yang hadir bersama untuk bersyukur atas 35 tahun Tahbisan Imamatnya. Petugas liturgi, juga panitia yang dikomandoi oleh Romo Dono.

Romo Heru menjelaskan terdapatnya gambar orang memancing dalam logo 35 tahun imamatnya, ketika beliau retret menjelang tahbisan Diakon, beliau diajak ke sawah, saung dan memancing oleh Romo Djarwo yang sangat berarti dalam kehidupan Romo Heru.

Seminggu sebelum Romo Djarwo meninggal, beliau memberikan seperangkat alat memancing kepada Romo Heru, namun ditolak karena Romo Heru merasa tidak suka memancing. Tetapi setelah Romo Djarwo tiada, Romo Heru justru membeli alat memancing dan jadi hobi memancing.

6 Agustus menjadi sejarah bagi Romo Heru, karena itu adalah pertama kali menjadi misdinar meskipun belum Komuni Pertama, dan saat itulah Romo Heru memiliki cita-cita menjadi Romo atau tentara. Tetapi akhirnya salah satu cita-citanya tercapai dan terus hingga 35 tahun dan sampai akhir nanti.

‘Hidup itu Anugerah’ menjadi moto Romo Heru yang mengambil dari perikop ‘Kecaplah betapa sedapnya Tuhan’, dan ternyata motonya sama persis dengan adiknya yang juga menjadi Romo.

Selama menjadi Pastor, Romo Heru berterima kasih dan bersyukur karena banyak yang mewarnai dalam hidupnya dengan kasih dan senantiasa menguatkannya untuk tetap menjadi imam.

Sukacita Perayaan Syukur Tahbisan Presbiterat Romo Heru

Perayaan syukur dilanjutkan dengan acara ramah-tamah di Aula Santo Thomas. Para romo, keluarga, dan undangan dari lintas agama disediakan meja-meja bulat untuk bercengkerama dalam sukacita, sementara untuk konsumsi umat disediakan di halaman Gereja dengan partisipasi dari wilayah-wilayah.

Sebuah kejutan telah disiapkan oleh panitia untuk Romo Heru, yaitu kehadiran Dankorps Brimob  Polri, Komjen Pol. Drs. Imam Widodo, M.Han., yang kemudian memberikan sebuah kenang-kenangan kepada Romo Heru.

Pemotongan tumpeng dilakukan oleh Romo Heru dengan didampingi oleh Dankorps Brimob Polri, beserta para romo Keuskupan Bogor yang hadir.

Acara sukacita pun ditutup dengan tari-tarian bersama seluruh umat, mulai dari Tobelo, Ja’i, Ikan Nae di Pante, hingga Tamang Pung Kisah.

Romo Heru, selamat atas 35 tahun Tahbisan Presbiterat. Sehat selalu dan tetap setia, serta bersukacita dalam pelayanan menjadi imam. (Katharina)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Enable Notifications OK No thanks