Temu Unio Keuskupan Bogor: Merawat Panggilan, Menyapa Orang Muda, Menjalin Persaudaraan

KEUSKUPANBOGOR.ORG- Dalam semangat membangun persaudaraan dan memperdalam panggilan imamat, para Imam Diosesan Keuskupan Bogor kembali mengadakan Temu Unio pada 20-21 Mei 2025. Kegiatan ini berlangsung selama dua hari dan diadakan di Seminari Menengah Stella Maris Keuskupan Bogor.

Temu Unio bukanlah sekadar pertemuan rutin, tetapi juga merupakan perjumpaan yang mempertemukan wajah-wajah sahabat seperjalanan dalam karya pastoral. Di tengah kesibukan pelayanan yang beragam, momen seperti ini menjadi sangat berharga untuk saling menyapa, berbagi cerita, dan memperbarui semangat panggilan para Imam. Temu Unio pun menjadi ruang rehat sekaligus refleksi bersama bagi para Imam yang melayani di pelbagai paroki dan stasi di Keuskupan Bogor ini.

Kegiatan dibuka dengan sesi olahraga bersama. Ragam cabang olahraga seperti futsal, badminton, serta tenis meja dapat dipilih sesuai dengan minat para Imam. Usai kegiatan olahraga, para Imam melanjutkan kegiatan dengan ibadat di Kapel Seminari.

Sebagai Bagian Dari Rangkaian Perayaan 75 Tahun Seminari

Pada pertemuan kali ini, Temu Unio Keuskupan Bogor hadir dengan nuansa yang istimewa karena bertepatan dengan rangkaian perayaan 75 tahun Seminari Menengah Stella Maris.

Sebagai bagian dari perayaan tersebut, Temu Unio kali ini dikemas secara berbeda dengan melibatkan para seminaris dalam kegiatan.
RD Agustinus Wimbodo Purnomo, selaku Seksi Pendidikan Unio Keuskupan Bogor, menjelaskan bahwa dalam kegiatan ini diperkenalkan sebuah program khusus bernama Emaus Brother. Melalui program ini, setiap Imam dipasangkan dengan seorang seminaris untuk menjalani seluruh rangkaian kegiatan selama dua hari secara bersama-sama.


Tujuannya agar para seminaris dapat berbincang secara lebih mendalam tentang panggilan imamat dan sekaligus belajar langsung dari pengalaman konkret para Imam yang sudah menjalani panggilan itu. Emaus Brother ini menjadi jembatan yang mempererat relasi antar generasi dan memperkaya proses formasi calon Imam dalam konteks nyata kehidupan Gereja lokal.


Suara Orang Muda: Refleksi, Harapan, dan Panggilan
Dalam rangkaian Temu Unio tahun ini, studi bersama mengambil tema yang relevan dengan fokus pastoral Keuskupan Bogor yaitu tentang Orang Muda Katolik (OMK). Untuk menggali perspektif yang otentik, pengurus Unio Keuskupan Bogor mengundang sejumlah narasumber yang merupakan Orang Muda Katolik dengan latar belakang yang beragam. Ada seorang pemusik profesional, anggota pengurus Komisi Kepemudaan Keuskupan Bogor, serta empat orang seminaris.

Christianto Ario Wibowo, seorang pemusik profesional, membuka sesi refleksi dengan membagikan kisah hidupnya. Lahir dari orangtua yang latar belakang agamanya berbeda, ia mendapatkan pondasi iman Katolik yang kuat dari ayahnya. Sejak kecil, ia mengenyam pendidikan di sekolah Katolik dan aktif dalam kegiatan paroki di Santo Matias, Cinere.

Namun, dunia industri musik yang ia geluti juga membawa tantangan tersendiri. “Ada masa ketika saya merasa menjauh dari Gereja dan kehilangan kedekatan dengan iman saya,” ungkapnya dengan jujur. Refleksi itu menjadi cermin bagaimana dinamika iman dapat berkembang dan diuji di tengah realitas dunia modern.


Berbeda dengan Christianto, Okta, anggota pengurus Komisi Kepemudaan Keuskupan Bogor menyampaikan sejumlah pokok pemikiran yang ia dan timnya refleksikan tentang kondisi Orang Muda Katolik saat ini. Ia mengangkat berbagai tantangan, seperti minimnya ruang dialog antara OMK dan Gereja, serta pentingnya pendampingan yang relevan dengan dunia mereka.

Tak hanya menyuarakan kegelisahan, Okta juga menyampaikan harapan agar Orang Muda Katolik diberi ruang untuk tumbuh, dipercaya, dan dilibatkan dalam karya pastoral secara lebih aktif dan kreatif.


Selanjutnya, empat seminaris muda turut berbagi refleksi panggilan mereka sebagai calon Imam. Dengan latar belakang kehidupan yang beragam, mereka menyampaikan bagaimana Tuhan memanggil di tengah dinamika masa muda yang penuh pencarian.

Kisah-kisah mereka menjadi kesaksian bahwa pilihan hidup religius masih sangat mungkin tumbuh dalam generasi sekarang asal ada pendampingan, keteladanan, dan ruang yang mendukung.


Dari berbagai sudut pandang tersebut, muncul benang merah yang kuat yaitu Orang Muda Katolik adalah bagian penting dari wajah Gereja masa kini dan masa depan. Dalam semangat Tahun Yubileum, harapan mereka menjadi pengingat bahwa Gereja yang hidup adalah Gereja yang berjalan bersama semua generasi terutama yang muda, yang berani bermimpi, dan yang rindu menjadi bagian dari perubahan yang berarti.


Usai sesi studi bersama ini, kegiatan dilanjutkan dengan rekreasi bersama yang diisi dengan obrolan santai para Imam sambil menikmati kudapan.


Refleksi Kontekstual dan Pendampingan Orang Muda dalam Dunia Pendidikan


Hari kedua Temu Unio Keuskupan Bogor, diawali dengan Misa Pagi yang dipimpin oleh RD Nikasius Jatmiko. Setelahnya, diisi dengan sesi Varia Keuskupan, yang memaparkan beragam pembaruan terkait kegiatan Unio serta rencana pelaksanaan Yubileum Youth Fest yang akan diselenggarakan di masing-masing dekanat.

Fokus pembahasan juga diarahkan pada tema besar pendampingan Orang Muda Katolik dalam konteks dunia pendidikan, dengan menghadirkan para Imam yang berkarya di bawah naungan Yayasan Mardi Yuana Keuskupan Bogor.


Sesi ini menjadi ruang berbagi sekaligus refleksi pastoral dari para Imam yang secara langsung terlibat dalam dunia pendidikan, menghadapi tantangan konkret zaman sekarang, termasuk kemajuan teknologi dan perubahan nilai-nilai di kalangan generasi muda.

RD Yosef Irianto Segu dari Mardi Yuana Depok mengangkat isu krusial mengenai penggunaan kecerdasan buatan (AI) dan media sosial di lingkungan pendidikan. Ia menyoroti belum adanya standar moral yang jelas dalam penggunaan aplikasi berbasis AI di kalangan peserta didik. “Dalam beberapa kasus, siswa dapat menghasilkan karya dengan bantuan AI, namun mereka sendiri tidak memahami isi dan proses dari hasil tersebut,” ungkapnya, menandai tantangan etika dan pendidikan yang mendesak.


Menanggapi hal tersebut, RD Stefanus Sri Haryono Putro selaku Ketua Yayasan Mardi Yuana sekaligus Ketua MPK Keuskupan Bogor menekankan pentingnya langkah proaktif dalam menyikapi kemajuan teknologi ini. Ia menyampaikan bahwa pihak sekolah telah menginisiasi hari studi bagi para pendidik, agar penggunaan teknologi dapat dimaknai secara kritis dan dijalankan dengan tanggung jawab moral dan pastoral.


Dari Mardi Yuana Cilegon, RD Irwan Sinurat menyampaikan sejumlah kegiatan yang telah dilakukan dalam bidang seni dan olahraga sebagai bagian dari pembentukan karakter siswa. Dalam rangka Tahun Yubileum, sekolah juga mengadakan kegiatan ziarah dan rekoleksi yang diikuti oleh para peserta didik sebagai sarana memperdalam iman dan kebersamaan.

Sementara itu, RD Paulus Piter dari Mardi Yuana Serang mengungkapkan tantangan yang dihadapi dalam proses penerimaan siswa baru. Untuk mengatasinya, dilakukan berbagai upaya kreatif dan pembaruan strategi agar sekolah tetap menarik dan relevan bagi calon peserta didik dan orang tua.


RD Robertus Ari Priyanto, yang melayani di Mardi Yuana Cicurug dan Cibadak, menekankan pentingnya penanaman budi pekerti dalam kehidupan sekolah. Nilai-nilai dasar seperti kejujuran, tanggung jawab, dan kepedulian ditanamkan sejak dini sebagai fondasi pembentukan karakter yang berkesinambungan.


Menguatkan hal itu, RD Albertus Aris Bangkit Sihotang dari Mardi Yuana Bogor menambahkan bahwa pendampingan terhadap orang muda harus mengedepankan nilai-nilai budi pekerti dan pendalaman iman. Ia menggarisbawahi bahwa pendidikan Katolik tidak hanya bertujuan mencetak siswa yang cerdas secara intelektual, tetapi juga pribadi yang utuh dan bermoral.


Sesi ini menegaskan bahwa mendampingi orang muda dalam konteks pendidikan memerlukan keseriusan, kreativitas, serta semangat sinodal antara para pendidik dan imam, demi menghadirkan Gereja yang hadir secara nyata dalam dunia mereka.


Menjalin Persaudaraan: Kunjungan Penuh Kasih bagi Sesama Imam


Semangat kolegialitas dan persaudaraan di antara para Imam tidak hanya tercermin dalam diskusi dan perayaan bersama, tetapi juga dalam tindakan nyata kasih dan kepedulian. Hal ini tampak dalam kunjungan sejumlah Imam kepada RD AHY Sudarto yang saat ini tengah menjalani masa pemulihan karena sakit.
Berlokasi di Wisma Vianney, tempat tinggal para Imam senior Keuskupan Bogor, kunjungan tersebut menjadi momen hangat yang dipenuhi dengan canda tawa, doa, dan dukungan moral. Para Imam datang bersama dari Seminari menuju Wisma Vianney, menunjukkan bahwa di tengah kesibukan pastoral, perhatian terhadap sesama rekan sepelayanan tetap menjadi prioritas.


Dalam suasana akrab dan penuh kasih itu, Romo Sudarto menyambut para tamu dengan senyum hangat. Kehadiran para Imam menjadi pengingat bahwa dalam perjalanan panggilan, tak ada yang berjalan sendirian. Persaudaraan Imam bukan hanya konsep spiritual, tetapi realitas yang hidup yang dinyatakan dalam kunjungan, perhatian, dan doa yang tulus.


Merenungkan Masa Depan Panggilan: Tantangan Seminari Zaman Ini


Sesi terakhir dalam rangkaian Temu Unio Keuskupan Bogor kali ini menjadi momen penting untuk merefleksikan masa depan panggilan imamat, khususnya dalam konteks pendidikan calon imam di tingkat seminari menengah. Dalam suasana yang masih dalam rangka perayaan 75 tahun berdirinya Seminari Menengah Stella Maris, RD Agustinus Wimbodo Purnomo, yang juga menjabat sebagai Rektor Seminari Menengah Stella Maris tersebut, menyampaikan sejumlah dinamika yang tengah dihadapi.

Salah satu hal yang diungkapkannya adalah fluktuasi jumlah anak muda yang berminat untuk masuk ke seminari. “Ada dinamika yang perlu dicermati bersama, baik oleh para formator maupun seluruh umat, agar benih panggilan tetap dapat tumbuh dan disemai,” ujarnya.


Hadir pula dalam kesempatan ini, RD Nikasius Jatmiko, Imam Diosesan Keuskupan Bogor, yang juga merupakan Sekretaris Eksekutif Komisi Seminari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Dalam pemaparannya, beliau menyoroti kondisi umum seminari di Indonesia berdasarkan data dan pengamatan pastoral yang luas.

Ia menyampaikan bahwa banyak seminari mengalami dinamika jumlah pendaftar dalam beberapa tahun terakhir, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk perubahan nilai-nilai dalam masyarakat, kurangnya dukungan keluarga, serta tantangan budaya digital yang turut membentuk cara berpikir generasi muda.


“Tantangan kita hari ini bukan hanya soal kuantitas, tetapi bagaimana tetap membina kualitas panggilan di tengah realitas zaman yang berubah cepat,” tegas RD Jatmiko. Ia pun turut mengajak para Imam untuk terus aktif mendorong budaya panggilan di paroki, keluarga, dan komunitas-komunitas OMK.


Sesi ini menjadi penutup yang reflektif bagi seluruh rangkaian Temu Unio, sekaligus panggilan untuk terus menjaga dan merawat ladang panggilan agar tetap hidup dan tumbuh subur di tengah Gereja masa kini. Temu Unio Keuskupan Bogor juga menjadi pengingat bahwa seorang Imam tidak berjalan sendiri. Dalam semangat persekutuan, para imam diajak untuk terus saling menguatkan, menyegarkan panggilan, dan meneguhkan arah pastoral yang berakar pada kasih Kristus. Dari pertemuan ini, mereka kembali ke tempat tugas masing-masing dengan hati yang dipenuhi sukacita dan semangat baru untuk melayani.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Enable Notifications OK No thanks