Surat Gembala HPS 2015 Keuskupan Bogor: “Merawat Bumi, Rahim Pangan Kita”

Loading

SURAT GEMBALA

HARI PANGAN SEDUNIA 2015

“Merawat Bumi, Rahim Pangan Kita”

Msgr. Paskalis Bruno Syukur OFM

Saudara-saudariku yang terkasih,

Tanggal 16 Oktober merupakan peringatan HARI PANGAN SEDUNIA (HPS). Peringatan ini dilatarbelakangi ketika PBB melalui Organisasi Pangan Sedunia menetapkan World Food Day atau Hari Pangan Sedunia melalui resolusi PBB no. 1 tahun 1979 yang merupakan tindak lanjut dari kesepakatan tahun sebelumnya di Roma yang dihadiri oleh 147 negara, termasuk Indonesia.

Gereja Katolik turut ambil bagian dalam peringatan ini sebagai bentuk keprihatinan bersama terhadap persoalan pangan di dunia ini. Maka, saya mengajak saudara-saudari sekalian turut menyambut dan merayakan Hari Pangan Sedunia sebagai salah satu perwuudan dari keyakinan iman kita.

Hari Pangan Sedunia yang akan kita rayakan menjadi saat yang tepat bagi kita untuk merefleksikan pesan Bapa Suci Fransiskus melalui ensiklik “Laudato Si (Terpujilah Engkau, Tuhanku)” yang mengarahkan pada perawatan rumah kita bersama dan mengajak kita untuk mengingat bahwa ‘Bumi” adalah rumah kita bersama. Bumi, seperti Ibu yang jelita menyambut kita dengan tangan terbuka, mengasuh, dan menopang kita, serta menumbuhkan berbagai buah-buahan, beserta bunga warna-warni, dan rerumputan. Dalam lingkup Gereja Katolik Indonesia, kita diajak untuk mengingat dan sadar bahwa ‘Bumi’ adalah “Rahim Pangan Kita”.

Bumi – Ibu yang jelita – jika bisa mengungkapkan lewat teriakan, bisa jadi tengah menjerit karena segala kerusakan yang muncul akibat ulah kita. Seringkali tanpa tanggungjawab dan komitmen yang baik, kita telah menggunakan dan menyalah-gunakan kekayaan alam yang telah diletakkan Allah di dalamnya. Berbagai tempat di belahan dunia ini, bahkan di wilayah Keuskupan Bogor, tanah dan segala yang ada di sekitarnya telah dianiaya dan ditelantarkan sedemikian rupa. Kita seperti terlibat dalam rancangan untuk memberikan sisa sengsara dan derita yang nantinya akan diterima oleh anak cucu penerus kita. Contoh konkret dari wujud kita terlibat di dalamnya adalah: persoalan sampah, pengembangan perumahan yang meminggirkan tanah-tanah produktif, eksploitasi tambang yang merusak lingkungan, industri-industri yang membuang limbah sembarangan, dan lain sebagainya; yang tanpa disadari melecehkan dan tidak menghargai bumi sebagai rumah bersama makhluk ciptaan Allah. Penghancuran lingkungan merupakan perkara sangat berat. Bukan hanya karena Allah telah mempercayakan dunia kepada manusia, tetapi karena hidup manusia itu sendiri merupakan hadiah yang harus dilindungi dari berbagai bentuk tindakan demi kepentingan diri.

Kita perlu berkaca terhadap perlakuan yang tidak semestinya bagi bumi sebagai rahim pangan. Terdapat berbagai fakta di wilayah Keuskupan Bogor ini, dimana telah terjadi eksploitasi yang luar biasa dalam beberapa tahun terakhir. Lahan-lahan produktif pertanian dan perkebunan berubah menjadi kawasan industri atau perumahan. Perubahan yang telah meminggirkan petani dari habitatnya dan terpaksa menjadi buruh di tanah sendiri. Eksploitasi lahan yang tidak hanya mengubah tanah-tanah subur menjadi pabrik atau perumahan, dan diperparah dengan kenyataan bahwa hal tersebut telah menyumbang peningkatan angka kemiskinan.

Demikian juga air bersih yang merupakan kebutuhan dasar hidup manusia, melimpah di wilayah kita. Namun karena kepentingan segelintir orang yang mengatasnamakan kepentingan banyak orang, telah di eksploitasi, dikuras sedemikian rupa menjadi komoditi yang laku dijual di berbagai kota lain. Sedangkan penghuni di sekitarnya karena kemampuan terbatas terasa sulit menikmatinya.

Hal lain yang menjadi persoalan klasik adalah sampah. Meskipun telah banyak teknologi yang dikembangkan dalam tata kelola sampah, namun aspek manusianya seperti kurang serius menampilkan diri yang peduli terhadap sampah. Kita seperti dicetak menjadi pribadi apatis terhadap dunia sampah. Padahal, sampah merupakan produk perilaku manusia. Semakin konsumtif, semakin banyak sampah. Sampah telah menyumbang kerusakan lingkungan, maka perlu ditangani, ditindaklanjuti, dan digarap secara serius dalam aksi yang nyata.

Saudara-saudara terkasih,

Sampai kapankah kita akan menampilkan diri sebagai pribadi yang kurang peduli dan bertanggungjawab terhadap alam ciptaanNya?. Sampai kapankah kita hanya memikirkan diri sendiri dan sulit berbagi kebahagiaan dan kelebihan yang kita punya bagi kehidupan bersama?. Bumi, bukan milik pribadi, namun rumah bagi semua makhluk ciptaan Allah. Manusia adalah citra Allah yang memiliki eksistensi berdasarkan tiga pilar relasi; yakni dengan Allah, sesama Manusia, dan dengan Bumi. Tiga relasi ini telah rusak bukan hanya secara lahiriah, melainkan juga dalam diri manusia masing-masing.

Apa yang dapat kita lakukan sebagai bentuk pertobatan?

Bapa Suci telah memberikan pesan yang amat jelas tentang pentingnya rekonsiliasi dalam konteks tiga relasi tadi. Melepaskan diri dari sikap acuh tak acuh dan serakah. Bersikap solider terhadap mereka yang lapar dan terpinggirkan. Sikap tobat ini dapat diwujudkan secara sederhana mulai dari keluarga. Pertama : kembali ke meja makan melalui makan bersama dan menjadikannya sebagai sarana pendidikan dan persatuan keluarga; menyajikan makanan sehat yang bersumber dari pangan lokal yang sangat kaya di bumi kita dan diolah dengan penuh kasih. Kedua: Mengembangkan gerakan tata kelola sampah dengan pola 4 R (Repair-Reduce-Reuse-Recyle), menekan seminimal mungkin produksi sampah terutama sampah plastik dan ‘stereofoam’. Ketiga: Menggerakkan komunitas untuk ambil bagian dalam tata kelola lingkungan, penghijauan, dan menghemat air tanah, melokalisir limbah dan sampah-sampah beracun lainnya agartidakl mencemari lingkungan dan kelima: Membangun kepedulian bagi saudara-saudara yang tidak dapat menikmati akses pangan sehat, berbagai jenis pangan, dan berbagai pengetahuan pendukung.

Saudara-saudara terkasih;

Marilah kita gunakan Hari Pangan Sedunia di bulan Rosario Suci ini untuk berdoa bersama Bunda Maria, Perawan Suci, Bunda Gereja. Supaya kita dimampukan bertindak adil di rumah bersama ini; mencintai dan merawat bumi; mengasihi Ibu Pertiwi nan Jelita yang menjadi rahim pangan kita bersama, agar semakin melimpah hasilnya, agar setiap orang dikenyangkan dan mengalami sukacita serta bahagia. Sehingga bolehlah kita bercita-cita tidak ada lagi yang kelaparan di atas bumi ini, tidak ada lagi petani yang menjerit kehilangan tanahnya dan semuanya hidup dalam harmoni kasih di rumah besar Ibu Pertiwi.

Melalui gerakan Hari Pangan Sedunia ini, marilah kita peduli dengan bumi kita: mulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan, komunitas, dan masyarakat yang lebih luas. Kita semua berharap gerakan ini terus berlanjut dan menjadi habitus seluruh umat di Keuskupan Bogor yang kita cintai ini dan menular hingga ke masyarakat di sekitar kita.

Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” (Mrk. 12:17).

 

Bogor, 12 Oktober 2015

Salam dan Berkat ,

Mgr. Paskalis Bruno Syukur

Uskup Bogor

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

error: Content is protected !!
Enable Notifications OK No thanks