Pada hari Sabtu-Minggu, tanggal 18-19 Februari 2023 diadakan kegiatan rekoleksi bagi anggota Seksi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) se-Keuskupan Bogor. Kegiatan yang berlangsung selama dua hari ini dilaksanakan di Marsudirini, Telaga Kahuripan, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.
Di dalam rekoleksi ini, RD Yoseph Kristinus Guntur memaparkan materi tentang “Pekerjaan di dalam Kitab Suci”. Pastor Formator Seminari Tinggi Petrus Paulus tersebut membaginya ke dalam dua bagian yaitu; Pekerjaan dalam Perjanjian Lama dan Pekerjaan dalam Perjanjian Baru.
Pekerjaan dalam Perjanjian Lama
“Dengan melihat makna pekerjaan dalam terang kitab suci, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kita akan melihat perspektif dan pemaknaan yang berkembang dari apa itu makna bekerja. Dari Kisah Penciptaan (Kej 2-3), bekerja bukan merupakan konsekuensi dari dosa asal. Bukan seperti katekese kristiani selama ini. Dengan kata lain, bekerja bukan merupakan bentuk hukuman dari Allah,” seperti itu disampaikan oleh Pastor Guntur.
Lebih lanjut, Ia menyampaikan bahwa sejak sebelum ada dosa asal, manusia ditempatkan Allah untuk mengusahakan dan memelihara Taman Eden. Artinya, pekerjaan merupakan bagian dari hakikat manusia sebagai ciptaan Allah. Bekerja merupakan keputusan Allah, kehendak Allah. Yang berubah ialah karakter dari pekerjaan tersebut, yakni harus ada peluh, ada kesulitannya, dan harus ada yg dikorbankan.
Dari Kitab Keluaran, pekerjaan, awalnya dilihat sebagai perbudakan, di mana tidak ada kebebasan, tidak ada kreativitas, serta lebih mementingkan hasil daripada manusia. Namun, melalui peran serta Allah, manusia, bangsa Israel, diberikan pembebasan dari perbudakan Mesir, melalui Musa. Tidak hanya membebaskan, Israel dipilih Allah juga untuk masuk ke Rumah Allah yakni Tanah terjanji.
Melalui pembebasan, Israel mendapatkan identitas baru, jika tadinya mereka adalah budak, yang tidak memiliki identitas sama sekali, dan tidak dianggap sebagai seorang pribadi yang utuh, kini mereka menemukan identitasnya sebagai bangsa yang bebas dan dipilih, pasangan Allah (seperti dalam Hosea), dan sebagai anggota keluarga Allah (identitas keputraan).
Melalui identitas baru ini Israel menjadi bangsa bebas yang bekerja. Dalam konteks ini, makna bekerja mencakup tiga hal:
1. Mendapatkan hak istirahat seperti dalam Ulangan 5, yakni hari Sabat
(Ibr.: berhenti), untuk mengingat karya dan pembebasan Allah.
2. Pelayanan liturgis seperti dalam Keluaran 35: pekerjaan dilihat sebagai suatu perayaan akan sejarah pembebasan mereka. Karakter yang penting terkait hal ini adalah bebas, sukarela, kreatif. Bebas ditandai dengan adanya keterdorongan hati, ketergerakan hati, di mana seseorang menjadikan dirinya sebagai persembahan, bagi Tuhan. Sukarela artinya murni pemberian, tidak mengharapkan imbal balik atau bayaran. Kreatif, mampu melakukan atau menciptakan sesuatu dan mengajarkannya. Artinya adalah menjadi partner Allah dalam penciptaan, contohnya adalah seorang seniman.
3. Pekerjaan di tanah terjanji dalam U mengingatkan supaya tidak lupa akan Allah dan sejarah karya keselamatan Allah ketika dihadapkan kekayaan dan kelimpahan. Mengajak kita agar senantiasa ingat bahwa asal dari segala kelimpahan dan kekayaan adalah Allah.
Pekerjaan dalam Perjanjian Baru
Di dalam pemaparannya terkait dengan pekerjaan dalam Perjanjian Baru, Pastor Diosesan Keuskupan Bogor yang ditahbiskan pada 22 Agustus 2022 lalu ini menyampaikan beberapa perumpamaan di dalam Kitab Suci untuk menjelaskan.
Perumpamaan tentang Anak yang Hilang (Luk 15 : 11-32)
Dalam kisah perumpamaan anak yang hilang kita diingatkan akan identitas kita sebagai anak. Allah kita adalah Bapa dan kita anaknya. Awalnya, baik anak bungsu maupun anak sulung, menganggap ayahnya sebagai tuan atau dalam hal ini mereka berelasi seperti tuan dan hamba, bukan seperti layaknya bapak dan anak.
Namun, belas kasih dan kemurahan hati sang Bapa nampak ketika Ia dua kali keluar untuk menemui kedua anaknya serta dua kali mengundang mereka untuk mengubah sikapnya. Perbuatan sang ayah kepada anak bungsu, dengan memberikan jubah, cincin, dan alas kaki, merupakan gestur Bapa yang ingin mengangkat kembali martabat si bungsu, dari seorang upahan menjadi anaknya.
Perumpamaan tentang Talenta (Mat 25: 14 – 30)
Dari kisah ketiga hamba yang dipanggil orang kaya untuk bekerja, hanya hamba ketiga yang tidak memiliki rasa memiliki serta tidak dapat mempertanggungjawabkan rasa kepercayaan yang diberikan pemilik talenta kepadanya. Hamba ketiga memiliki rasa takut dan menganggap dirinya sebagai budak. Padahal, hamba pertama dan kedua justru mampu bekerja dengan kebebasan. Dengan demikian, sembari menunggu kedatangan sang Tuan kita pun dihadapkan kepada pilihan atau tawaran mau menantikan kedatangan sang Tuan dengan penuh ketakutan seperti hamba ketiga atau mau berkarya dengan bebas seperti hamba pertama dan kedua.
Perumpamaan tentang Pekerja di Kebun Anggur
Kisah ini berbicara tentang solidaritas dan fakta bahwa bisa bekerja bersama di kebun anggur yang sama untuk Tuhan merupakan imbalan yang lebih besar dari pekerjaan itu sendiri. Keadilan dan kemurahan hati Tuhan tentu saja melampaui keadilan dunia. Dengan demikian, bekerja untuk dan bersama Tuhan merupakan suatu rahmat yang membahagiakan karena di sisi yang lain Tuhan pun bahagia menemukan kita yang sedang bekerja di kebun anggurnya.
Melayani Mereka yang Membutuhkan
Sebagai penutup dari rangkaian acara rekoleksi, RD Johanes Maria Ridwan Amo selaku Ketua Komisi PSE menekankan kepada para peserta untuk tidak bekerja sendiri. Peserta diharapkan mampu melakukan rekrutmen calon pengganti pengurus dan mendampinginya.
“Sesuai semangat sinode, berjalan bersama, kita yang terlibat di dalam pelayanan PSE juga harus mengajak orang untuk mengikuti Kristus dengan melayani mereka yang lebih membutuhkan bantuan kita,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ia menyampaikan bahwa kita pun harus tahu kapasitas diri dan mampu mengukur diri. Dalam konteks ini kita juga harus berani membiarkan orang lain bekerja dan memberikan kesempatan kepada yang lain tanpa harus menunda-nunda juga untuk terjun dalam bidang pelayanan gerejawi dan sosial.